Jumat, 27 November 2009

Balada Polisi Anjing

Tersiar kabar menyebar
di radio di di tivi di koran di internet
tertangkap si cula
enggan tiada komentar
kata orang dia memecat
Anak tukang sampaa
Bukan itu saja masalah akar
raib sekian triliun karet
terengah-engah
lari terpelanting tunggang
tunggang-langgang terbirit
anjing menggonggong kaki tergigit
terkapar infeksi meradang otak
syaraf tercabik

Selasa, 24 November 2009

kerjakan

1. Bacalah paragraf berikut dengan seksama !
(1)Tak berlebihan jika sastrawan Ramadhan K.H melukiskan tanah Sunda lewat novelnya Priangan si Jelita . (2)Betapa tidak, sepanjang mata memandang yang tampak adalah keindahan alam yang tak putus-putusnya. (3)Mulai keasrian kebun the di kawasan puncak, keromantisan suasana kota Bandung, hingga keeksotisan Pantai Pangandaran. (4)Belum lagi seni budayanya yang beragam. (5)Keelokan tanah Sunda memang sungguh luar basa.
Pernyataan umum dalam paragraph tersebutterdapat dalam kalimat nomor…
a. (1) b. (2)
c. (3) d. (4)
e. (5)

2.
Hal itu terlihat dari filsafat wayang yang sarat dengan pesan-pesan moral yang tidak lagi menyentuh hati nurani penontonnya. Mereka lebih tertarik dengan penampilan para pelawak dan penari dangdut yang disisipkan dalam adegan-adegan limbuk-cangik dan goro-goro. Acara hiburan ini berlangsung sampai berjam-jam. Sesudah itu, penonoton banyak yang meninggalkan arena pertunjukan. Adapun sisa waktu yang tinggal sedikit tidak cukup untukmembentangkan jalannya cerita wayang sesuai dengan lakon yang dipergelarkan. Akhirnya, pertunjukan wayang kehilangan intisarinya senagai tuntunan hidup, dan hanya sebagai tontonan yang kurang berbobot.
Isi pokok paragraf di atas adalah…
a. Filsfat wayang yang sarat dengan pesan-pesan moral dirusak dengan selingan hiburan.
b. Acara hiburan ini berlangsung sampai berjam-jam dan sesudah itu penonton banyak yang meninggalkan arena pertunjukan.
c. Sisa waktu yang tinggal sedikit tidak cukup untuk membentangkan jalannya cerita sesuai dengan lakon yang dipergelarkan d. Pertunjukan wayang kehilangan intisarinya sebagai tuntunan hidup dan tinggal sebagai tontonan yang kurang berbobot
e. Penonton lebih tertarik dengan penampilan para pelawak dan penyanyi dangdut yang disispkan dalam adegan-adegan Limbuk-Cangik dan Goro-Goro

3. Dari paragraph diatas ( soal no. 2), apa sebenarnya yang diinginkan penulis?
a. Tidak masalah wayang sebagai sarana hiburan b. Tampilnya pelawak dan penyanyi dangdut merupakan tuntunan
c. Wayang memang harus mengikuti selera penonton d. Wayang harus tetap menjadi tuntunan hidup
e. Wayang sekarang menjadi tontonan tidak berbobot

Selasa, 17 November 2009

karakteristik hikayat

Berikut ini adalah sejumlah ciri-ciri hikayat.
1. Hikayat berisi kisah-kisah kehidupan di lingkungan Istana
princess Pictures, Images and Photos
2. Seperti kebanyakan hasil karya sastra melayu, dalam hikayat banyak peristiwa yang ada hubungannya dengan nilai-nilai Islam
3. Nama-nama tokoh dipengaruhi oleh nama-nama dari Arab
4. Dalam Hikayat ditemukan tokoh dengan karakter diluar batas kewajaran karakter manusia pada umumnya
emoticon Pictures, Images and Photos
5. Salah satu kejanggalan dalam penulisan hikayat yakni tidak ada pemabagian bab atau judul.
6. Juru cerita dalam hikayat tidak pernah disebutkan secara eksplisit
7. Sulit dibedakan peristiwa yang nyata dan peristiwa yang imajinatif
8. Banyak menggunakan kosakata yang kini tak lagi lazim digunakan dalam penulisan sastra maupun dalam berkomunikasi sehari-hari.
9. Seringkali menggunakan kosakata atau pernyataan yang diulang-ulang
10. Peristiwa seringkali tidak logis
11. Tidak bertarikh (tidak disebutkan tahun penciptaan ataupun latar waktunya)

Senin, 16 November 2009

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. (ed). 1997. “Dari Domestik ke Publik: Jalan Panjang Pencarian Identitas Perempuan”. Dalam Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Asfar, Muhammad. 1996. “Wanita dan Politik: Antara Karier Pribadi dan Jabatan Suami” Dalam Prisma 5, Mei 1996. Jakarta:Pustaka LP3ES Indonesia.

Hassan, Fuad. 1997. “Beberapa Azas Metode Ilmiah” dalam Koentjoroningrat (ed). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Muafy, Machrus. 1998. “Keadilan Gender Sebuah Revolusi” (dalam DIANNS edisi 38 Th XVIII ).

Pradopo, Rachmat Djoko. 1975. Kesusastraan Indonesia Modern sebelum Perang Dunia II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

_______________________. 1993. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
I. PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan hasil imajinasi dan kreativitas atau daya cipta seorang pengarang. Pengarang menulis tentang apa saja yang menimbulkan keharuan batinnya, dan mendorong untuk berpikir, mencernakan serta mensublimasikan apa yang dilihat, didengar, dirasakannya, dialaminya dan akhirnya dia mencipta). Karya sastra merupakan hasil pemikiran dan imajinasi kreatif pengarang yang tidak dapat dilepaskan dari realita yang mendominasi karya sastra tersebut 1.

Karya sastra memang bukan kenyataan kehidupan sosial, tetapi selalu berdasarkan kenyataan sosial yang mengalami proses pengolahan pengarangnya. Pengarang melahirkan karya-karyanya karena ingin menunjukkan atau melukiskan fenomena-fenomena masyarakat yang tidak lepas dari ide, kreasi dan imajinasi pengarang.

Karya sastra dikatakan sebagai penjelmaan ekspresi melalui bentuk pengungkapan yang indah. Refleksi yang dihasilkan pengarang melalui kreatifitas setelah peristiwa itu terjadi, diseleksi dengan kekuatan imajinatf sehingga menjadikan karya sastra tersebut estetis2. Hakekat karya sastra adalah imajinatif dan estetis. Novel sebagai salah satu jenis karya sastra merupakan pengungkapan dari fragmen kehidupan manusia (dalam jangka yang lebih panjang) dimana terjadi konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup antara para pelakunya3.




------------------------------------------------------------------------------------------------
1Mochtar Lubis, Sastra dan Tekniknya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996), hal. 37.
2Jakob Sumardjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia,1991), hal. 3.
3Rachmat Djoko Pradopo, Prinsip-Prinsip Kritik Sastra, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,1988), hal. 54.

Jumat, 13 November 2009

I. PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan hasil imajinasi dan kreativitas atau daya cipta seorang pengarang. Pengarang menulis tentang apa saja yang menimbulkan keharuan batinnya, dan mendorong untuk berpikir, mencernakan serta mensublimasikan apa yang dilihat, didengar, dirasakannya, dialaminya dan akhirnya dia mencipta (Lubis,1996:37). Karya sastra merupakan hasil pemikiran dan imajinasi kreatif pengarang yang tidak dapat dilepaskan dari realita yang mendominasi karya sastra tersebut (Sumardjo dan Saini,1991:3).
Karya sastra memang bukan kenyataan kehidupan sosial, tetapi selalu berdasarkan kenyataan sosial yang mengalami proses pengolahan pengarangnya. Pengarang melahirkan karya-karyanya karena ingin menunjukkan atau melukiskan fenomena-fenomena masyarakat yang tidak lepas dari ide, kreasi dan imajinasi pengarang.
Karya sastra dikatakan sebagai penjelmaan ekspresi melalui bentuk pengungkapan yang indah. Refleksi yang dihasilkan pengarang melalui kreatifitas setelah peristiwa itu terjadi, diseleksi dengan kekuatan imajinatf sehingga menjadikan karya sastra tersebut estetis. Pradopo (1988:54) menyatakan bahwa hakekat karya sastra adalah imajinatif dan estetis. Novel sebagai salah satu jenis karya sastra merupakan pengungkapan dari fragmen kehidupan manusia (dalam jangka yang lebih panjang) dimana terjadi konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup antara para pelakunya. (Esten,1984:12).

contoh kutipan

2.1 Tema
Tema merupakan gagasan atau ide yang mendasari sebuah cerita. JU. Nasution membagi tema menjadi dua yaitu tema mayor dan tema minor, tema-tema yang ada dalam novel La Barka sebagai berikut.
2.1.1 Tema Mayor
Tema mayor merupakan tema besar yang melandasi cerita. Tema mayor novel La Barka adalah ketimpangan peran laki-laki mengakibatkan munculnya permasalahan perempuan.
Ketimpangan peran yang dimaksud di sini, peran sebagai seorang suami tidak dijalankan dengan baik sehingga menimbulkan konflik dalam rumah tangga maupun pada diri perempuan yang terlibat tersebut. Sikap suaminya mulai berubah sejak tahun ke tiga perkawinannya atau sejak anaknya lahir. Saat itu Rina mulai disibukkan sebagai seorang ibu yang mengurus bayinya. Rina sendiri tidak tahu apa yang menyebabkan suaminya itu berubah sikap. Bagi Rina anak merupakan tali pengikat kasih sayang antara seorang istri dengan suami. Tetapi yang didapatkannya sikap suaminya yang mulai kasar, seakan ia tidak mempedulikan kehadiran anaknya. Data di bawah ini menunjukkan tokoh Bonin tidak menjalankan perannya sebagai suami.
…Pada tahun ketiga, anak yang lahir, yang sebetulnya malahan menjadi pengikat halus antara suami dan istri, justru selalu menjadi alasan bagi suamiku untuk mencetuskan kemarahan atau ketidaksenangan hatinya. Sering kali dia pergi malam-malam, hanya disebabkan oleh tangis yang kedengaran lamat-lamat dari kamar bayi. Kalau aku meminta bantuannya agar diantar ke dokter untuk memeriksakan penyakit anak, dengan gusar dia menjawab, bahwa waktunya akan habis untuk mengurusi bayi. Ataukah itu semua hanya bersifat alasan yang dibikin-bikin? Dicari-cari untuk menutupi sesuatu yang sesungguhnya? (LB: 44)

Bagi Rina kekesalan Bonin, suaminya, hanyalah alasan yang dibuat-buat untuk menutupi sesuatu hal yang ia sembunyikan, sehingga perihal anaknya menjadi pelampiasan kemarahan yang sesungguhnya berasal dari luar rumah. Ia tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami. Seharusnya Bonin turut menjaga dan merawat anaknya. Tetapi perlakuan yang diperoleh Rina adalah hal sebaliknya. Suami Rina tidak memperhatikan keadaan psikologis Rina yang ingin diperlakukan selayaknya seorang istri. Hal ini yang menyebabkan Rina ingin berontak dan membalas perlakuan suaminya.

Rabu, 11 November 2009

Bagaimana Cara Memerankan Drama?

Memerankan Drama
A. Mengucapkan Dialog dengan lafal yang jelas
B. Membaca Dialog dengan memperhatikan kecukupan volume suara
C. Membaca dialog dengan tekanan yang tepat
Kalimat mengandung pikiran dan perasaan. Keuda hal ini dapat ditangkap oleh orang lain bila pembicaraan menggunakan tekanan secara benar. Tekanan dapat menunjukkan bagian-bagian kalimat yang ingin ditonjolkan
Ada 3 macam tekanan yang bisa digunakan dalam melisankan naskah drama: (1) tekanan dinamik (2) tekanan tempo, dan (3) tekanan nada.
1. Tekanan dinamik ialah tekanan yang diberikan terhadap kata atau kelompok kata tertentu dalam kalimat, sehingga kata atau kelompok kata tersebut terdengar lebih menonjol dari kata-kata yang lain. Misalnya, “Engkau boleh pergi. Tapi tanggalkan bajumu sebagai jaminan!” (Kata-kata yang dicetak tebal menunjukkan seorang diperintahkan melepas baju, bukan melepas yang lain.
2. Tekanan Tempo ialah tekanan pada kata atau kelompok kata tertentu dengan jalan memperlambat pengucapannya. Kata yang mendapatkan tekanan tempo diucapkan seperti mengeja suku katanya. Misalnya, “Engkau boleh pergi, tapi, tang-gal-kan ba-ju-mu sebagai jaminan!” Pengucapan kelompok kata dengan cara memperlambat seperti itu merupakan salah satu cara menarik perhatian untuk menonjolkan bagian yang dimaksud.
3. Tekanan nada ialah nada lagu yang diucapkan secara berbeda-beda untuk menunjukkan perbedaan keseriusan orang yang mengucapkannya. Misalnya, “Engkau boleh pergi. Tapi tanggalkan bajumu sebagai jaminan!” bisa diucapkan dengan tekanan nada yang menunjukkan “keseriusan” atau “ancaman” Jika diucapkan secara tegas mantap. Akan tetapi, kalimat tersebut bisa juga diucapkan dengan nada bergurau jika pengucapannya disertai dengan senyum dengan nada yang ramah
Perisiapan pementasan meliputi: (1) memlih bagian naskah yang akan didramatisasikan dan memahami isi naskah/khususnya watak tokoh; (2) melakukan pemilihan peran; (3) berlatih membaca naskah; (4) merancang setting; (5) berlatih aktin; (6) mendramatisasikan fragmen yang telah dipilih

D. Memlih dan memahami Naskah yang akan didramatisasikan
E. Mengidentifikasi Watak Tokoh

Drama, Penggalan Kehidupan Utuh

Drama ialah karangan yang ditulis untuk dipentasan. Drama disebut juga sandiwara, tonil atau lakon. Istilah sandiwara diciptakan oleh KGPAA Mangkunegara VII. Istilah sandiwara berati ajaran (Pendidikan) secara tersamar. (Sandi-tersamar-rahasia; warah-nasihat, ajaran). Istilah Sandiwara digunakan untuk mengganti istilah toneel yang dirasakan kebarat-baratan.
Drama tertua lahir di Yunani, Yaitu “The Suppliant” Karangan Aeschylus (525 – 456 s.M). Penulis lakon drama yang terkenal bangsa Yunani ialah Sophocles (495 – 406 s.M). Dengan hasil karyanya yang terkenal Antigone dan Oedipus tyranus
Unsur-unsur pembantu sebuah drama dalam pementasan antara lain :
1. Babak, Yaitu bagian dari suatu lakon.
Drama satu babak adh drama yang adegannya terjadi pada satul setting saja.
2. Adegan, Yaitu bagian dari suatu babak yang ditandai perubahan pemain.
3. Prolog, yaitu kata pendahuluan sebagai pengantar suatu lakon
4. Dialog, yaitu percakapan antar pelaku dalam pementasan
5. Monolog, yaitu percakapan seorang pelaku dengan dirinya sendiri
6. Epilog, yaitu kata penutup yang mengakhiri suatu lakon (pementasan).
7. Mimik yaitu ekspresi (gerak-gerik) air muka pelaku untuk memberikan gambaran emosi.
emoticons Pictures, Images and Photos
8. Pantomim, yaitu ekspresi (gerak-gerik) anggota tubuh untuk menggambarkan emosi pelaku
langeneus - emoticon Pictures, Images and Photos
b. Jenis Drama menurut isi lakonnya.
Menurut isi lakon, drama dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tragedi dan komedi.
1. Tragedi
Tragedi adalah drama yang penuh kesedihan karena kemalangan yang dialami pelaku
Waaaa Pictures, Images and Photos
2. Komedi
Komedi adalah drama yang penuh dengan kelucuan (Penggeli hati)
babi Pictures, Images and Photos
3. Tragedi dan komedi
Drama tragedi dan komedi adalah drama yang penuh kesedihan tetapi
juga mengandung hal-hal yang menggembirakan/lucu
4. Opera
Opera adalah drama yang berisi nyanyian dan musik
5. Operet
Operet merupakan drama jenis opera yang pendek
6. Tablo
Tablo adalah drama tanpa kata dan gerak-gerik si pelaku.
7. Dagelan
Dagelan adalah drama yang berisi lawakan, pengocok perut.
8. Drama minikata
Drama minikata adalah drama yang dalam pementasannya hampir tidak
menggunakan kata.
9. Sandratari
Sandratari adalah gabungan drama tari, tanpa dialog

c. Jalannya Lakon
Tahap Rangkaian peristiwa (plot) yaitu :
1. Pada tahap Eksposisi/situation, pengarang memperkenalkan masalah, tokoh dan karakter tkoh, serta waktu dan tempat terjadinya peristiwa
2. Pada tahap konflik awal/ricing generation, tokoh mulai terlibat persoalan dengan tokoh lain, baik secara individual maupun kelompok. Biasanya konflik ini merupakan titik tolak untuk membangun konflik lain yang lebih panas.
3. Pada tahap KOmplikasi /ricing circumstance, tokoh terlibat persoalan yang lebih serius, baik dengan tokoh yang telah berkonflik sebelumnya, atau dengan tokoh lain, sehingga konflik semakin menajam. Masing-masing tokoh semakin memperlihatkan keinginan atau tujuan yang hendak dicapainya.
4. Pada tahap kilmaks/climax konflik menajam bergerak ke arah puncak. Masing-masing tokoh memberikan pilihan atau tawaran jalan keluar. Tokoh jahat dan tokoh baik sama-sama berusaha menggapai keinginanya. Untuk itu, masing-masing tokoh dapat memanfatkan tokoh lain untuk memihak kepadanya. Akan tetapi, perangai tokoh akan menentukan jalan keluar yang dipilih. Tokoh baik lebih menyukai jalan keluar yang memenangkan tujuannya. Sebaliknya tokoh jahat akan memilih penyelesaian yang sesuai dengan keinginan dirinya pula.
5. Pada tahap penurunan laku/anti klimaks, konflik mulai mereda. Masing-masing tokoh menempuh penyelesaian yang diputuskan masing-masing dengan atau tanpa kesepakatan
6. Pada tahap penyelesaian/Denaument, pertentangan antarkekuatan telah berakhir. Jika penulis naskah menghendaki tema untuk mengedepankan kebaikan. Lazimnya tokoh antagonis akan mengalami kekalahan. Akan tetapi, jika pengarang ingin menunjukkan bahwa sebuah kebaikan itu tidak meudah diraih, maka biasanya tokoh baik diletakkan pada posisi kalah

Bijaklah dalam Meresensi

Mencermati Prinsip-prinsip Penulisan Resensi
Untuk membuat sebuah resensi yang baik, penulis harus menetapkan sasaran-sasaran dalam menilai sebuah buku atau hasil karya sebagai berikut :
1. Latar Belakang
Bagian ini menyajikan tema secara singkat ditambah dengan deskripsi mengenai buku
2. Jenis Buku
Penulis resensi perlu menunjukkan kepada pembaca mengenai jenis buku yang diresensinya; apakah roman, bibliografi, buku filsafat, buku ilmu pengetahuan, cerita ditektif, dan sebagainya.

3. Keunggulan Buku
Ada empat hal yang digunakan penulis redensi untuk menunjukkan keunggulan buku, yakni:
a. Organisasi
Maksudnya adalah jerabgja buku itu, Apakah hubungan antara satu bagian denan bagian yang lain harmonis, jelas, dan memperlihatkan perkembangan yang masuk akal atau tidak.
a. Isi
Mempersoalkan bagaiman isi buku tersebut, apakah pengarang memberikan detail, teliti, memberikan sugestinya, atau tidak .
a. Bahasa
Menilai bahasa yang digunakan dalam buku itu. Bahasa yang digunakan untuk buku ilmiah dan buku sastra jelas berbeda. Bahasa Untuk karya ilmiah harus bersifat denotatif, hanya boleh menimbulkan satu penafsiran, sedangkan bahasa sastra memungkinkan orang mengembangkan imajinasinya sehingga dapat menimbulan konotasi.
a. Perwajahan Buku
Mengulas perwajahan buku (Layout), Misalnya apakah terdapat salah cetak. Demikian pula tentang keserasian tata letak, gambar, dan kulit buku, dapat diulas di sini.
4. Nilai Buku
Nilai buku terlihat pada kelebihan dan kekurangan buku tersebut. Berdasarkan penilaian tersebut, penulis resensi memberikan penilain kepada para pembaca; apakah buku itu patut dibaca atau tidak.
Langkah-langkah yang dapat dalam menyusun resensi
• Mencatat Judul Buku, Nama Pengarang, Nama Penerbit, Tahun terbit, Kota tempat penerbit, Tebal, Harga, Pengalih bahasa (Jika buku terjemahan)
• Mendaftar pokok-pokok isi buku
Jika meresensi buku jenis fiksi (misalnya: novel atau roman) maka pokok-pokok tersebut adalah : Tema; Tokoh dan perwatakan; Alur; Sudut pandang; gaya bahasa; Latar (Setting) cerita.
3. Mengungkapkan keunggulan dan kekurangan isi buku
4. Memberikan saran yang dapat ditambahkan pada buku.
5. Menulis resensi dengan memperhatikan kelengkapan unsur Resensi.

Menulis Resensi dengan Ejaan yang benar
Pada umumnya menulis resensi, kita harus tetap memperhatikan penggunaan ejaannya, seperti penulisan kata, penggunaan tanda baca, dan termasuk penggunaan huruf. Perhatikan contoh berikut!

Periode pasca-Orde Baru membuka peluang bagi suara-suara Ideologi Komunis yang semula terbungkam. Beberapa buku sejarah di sekitar G30S/PKI yang dilihat dari perspektif mantan tahanan politik PKI, diterbitkan. Para mantan tapol itu juga mulai berani berjuang membersihkan citra diri yang sebelumnya dinodai penguasa Orde Baru.

Gejala mutakhir adalah penerbitan ulang karya-karya sastra tokoh PKI dari zaman kolonial Belanda, tepatnya awal abad XX. Misalnya karya Mas Marco yang berjudul Student Hijo. Penerbitan karya-karya sasta itu tidak hanya memberi sumbangan dalam pembersihan nama. Melainkan juga bagi sejarah sastra Indonesia

Cermat dalam Menyusun Proposal

Menulis Proposal untuk berbagai keperluan

Usulan Kegiatan diajukan untuk mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang. Umumnya usulan kegiatan berisi program kerja yang berwewenang berhak memberikan persetujuan atau menolak usulan kegiatan sesuai peraturan yang berlaku dan kelayakan usulan yang disampaikan. Usulan kegiatan disampaikan dengan menyertakan surat pengant. Pihak yang berwenang selanjutnya memberikan balasan tertulis yang berisi persetujuan, saran-saran perbaikan usulan sebelum disetujui, atau penolakan atas usulan yang disampaikan
Rencana (program) Kegiatan berisi jabaran umum kegiatan yang akan dilakukan selama kurusn waktu tertentu. Misalnya selama satu tahun. Program kegiatan selanjutnya dijabarkan dalam bentuk program kerja yang akan dilaksanakan. Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan direncanakan terlebih dahulu secaa matang dalam bentuk usulan kegiatan (Proposal). Untuk mendapatkan persetujuan pelaksanaan program kerja dari pihak yang berwenang, program kerja diusulkan terlebih dahulu secara tertulis dan menyeluruh dalam bentuk usulan kegiatan (proposal)

Dalam Membuat Proposal Anda harus mampu memahami beberapa hal di bawah ini
a. Pemilihan Program atau kegiatan
Kegiatan yang akan anda laksanakan merupakan program yang penting, perlu, atau mendesak. Hal ini kamu yakinkan dalam Latar belakang.
Latar belakang antara lain:
 Alasan-alasan pentignyauntuk melakukan kegiatan tersebut (baik secara praktis ataupun teoritis)
 Hal-hal yang melatarbelakangi perlunya kegiatan itu dilaksanakan.
b. Tujuan
Dalam bagian ini, disampaikan hal-hal positif yang dapat dicapai melalui kegiatan terebut.
c. Panitia Penyelenggara
Merupakan pihak-pihak/orang-orang yang terpilih sebagai pelaksana. Pihak-pihak ini haruslah mereka yang benar-benar dapat bekerja sama dengan baik.
d Alokasi Dana
Masalah perhitungan dana, umumnya membutuhkan diskusi yang cermat dan pernuh pertimbangan. Dalam Alokasi dana, pandai-pandailah mencari donatur/sponsor yang tidak terlalu mengika. Proposal memang lazim digunakan sebagai alat untuk mencari dana
e. Pelaksanaan
Penyusunan mata acara harus dilakukan dengan pertimbangan yang baik dan matang
Mengaplikasikan Prinsip-prinsip penulisan Referensi

Resensi Buku merupakan pertimbangan atau ulasan tentang sebuah buku. Dalam membuat resensi kita perlu melakukan penilaian terhadap kualitas buku, ditinjau dari berbagai segi. Penilaian yang dilakukan didasarkan pada argumentasi dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.



Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.



Cerita pendek berasal-mula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama, dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.

Prosa Lama yang Konvensional tapi Nyentrik

MEMBACA DAN MENGANALISIS HIKAYAT
A. Mengidentifikasi Ciri-ciri Hikayat sebagai bentuk
Karya Sastra lama
Hikayat mengajak kalian memasuki dunia masa lalu dengan seluruh sistemnya. Kalian akan memasuki wilayah sistem material yang tercermin pada lingkungan fisik kehidupan tokoh, sistem sosial yang menggambarkan tata krama yang mengatur interaksi sosial tokoh, dan sistem nilai yang menunjukkan keyakinan, pandangan, dan harapan tokoh. Meskipun kisah dalam hikayat tidak lagi sesuai dengan konteks sosial modern, tetapi di dalamnya terkandung contoh-contoh peristiwa kehidupan yang dapat dipetik hikmahnya.

Berikut ini adalah sejumlah ciri-ciri hikayat.
1. Hikayat berisi kisah-kisah kehidupan di lingkungan Istana
2. Seperti kebanyakan hasil karya sastra melayu, dalam hikayat banyak peristiwa yang ada hubungannya dengan nilai-nilai Islam
3. Nama-nama tokoh dipengaruhi oleh nama-nama dari Arab
4. Dalam Hikayat ditemukan tokoh dengan karakter diluar batas kewajaran karakter manusia pada umumnya
5. Salah satu kejanggalan dalam penulisan hikayat yakni tidak ada pemabagian bab atau judul.
6. Juru cerita dalam hikayat tidak pernah disebutkan secara eksplisit
7. Sulit dibedakan peristiwa yang nyata dan peristiwa yang imajinatif
8. Banyak menggunakan kosakata yang kini tak lagi lazim digunakan dalam penulisan sastra maupun dalam berkomunikasi sehari-hari.
9. Seringkali menggunakan kosakata atau pernyataan yang diulang-ulang
10. Peristiwa seringkali tidak logis
11. Tidak bertarikh (tidak disebutkan tahun penciptaan ataupun latar waktunya)

Menulis itu kegiatan Ekspresif Batin

Opini, Tajuk, Kolom
(sebuah uraian singkat)
Oleh Rosidi
Oleh Rosidi
Menulis opini (artikel) di media massa adalah pekerjaan yang mengasyikkan. Bukan sekadar karena uang (honor) yang akan kita terima atau kita akan dikenal oleh banyak orang karenanya. Lebih dari itu, kita juga telah berbagi ide (gagasan) tentang sebuah persoalan.
A. menggali ide
kita mau menulis apa? Itu pertanyaan awal yang harus diajukan. Setelah ketemu, ada tema, maka cobalah analisis masalah (tema) yang akan kamu angkat dalam sebuah tulisan. Riset data. Diskusi lah dengan banyak orang. Sehingga analisis kamu terhadap tema itu benar – benar menjadi sebuah analisis kritis dan tajam, dengan tawaran solusi (problem solving) yang sangat brillian.
C. Kumpulkan data dan refference (buku, majalah, koran, hasil penelitian dan lain sebagainya)
Data dan refference, berguna sekali untuk membangun analisis kita terhadap permasalahan yang akan kita tulis dan sebagai penguat analisis.
Sekarang, waktunya mulai menulis. Menulislah. Bebaskan pikiran anda untuk menganalisis masalah yang anda tulis. Sehingga, gagasan yang anda tawarkan nanti adalah gagasan original yang bermutu
III. Kolom
Kolom adalah tulisan sederhana tentang berbagai hal yang ada di sekitar kita. Tulisan ini biasanya menggunakan bahasa yang mudah dipahami, merakyat, kadang juga penuh canda.
Karena II. Tajuk (Editorial)
Sebenarnya antara tajuk dan opini nggak jauh berbeda. Sebagaimana opini, yang, aktualitas menjadi pertimbangan, Tajuk juga demikian. Bedanya adalah, kalau opini, semua orang bisa menulis. Sementara Tajuk (editorial), Pemimpin Redaksi lah yang berwenang dan mempunyai hak untuk menuliskannyaTajuk merupakan sikap redaksi terhadap masalah yang disorotinya.
E. editing
Ini adalah proses yang harus dilakukan, untuk meneliti, apakah tulisan kita bagus atau nggak. Apakah sesuai dengan EYD? Atau, layak atau tidakkah tulisan yang kita buat itu, untuk dimuat di media massa?
B. Membuat kerangka tulisan secara detail
membuat tulisan baik ilmiah maupun populer, sebenarnya sama saja. Pembukaan, isi (content) dan penutup. Kerangka dibuat adalah untuk memudahlan dan mensistematiskan tulisan agar runut dan enak dibaca.
Namun, menulis kolom tidaklah mudah. Karena ia harus peka terhadap lingkungan sosialnya. Apa saja bisa menjadi tulisan kolom. Banyaknya Anak – anak jalanan di sekitar Bangjo lalu lintas, di tangan Cak Nun akan menjadi kolom yang sangat analitis dan mengesankan. Dengan berbagai pandangan yang merakyat khas Kyai Kanjeng tentunya.
Banyaknya orang yang mengaji ke tempat seorang Habib di Kwitang Jakarta, di tangan Gus Dur, menjadi sebuah tulisan kolom yang menarik untuk dibaca. Lalu lalang Bus Kota, banyaknya pedagang dadakan, menjadi inspirasi tersendiri bagi Gus Dur untuk menuliskannya dalam sebuah kolom.
Nah, silakan anda menulis tentang apa saja di sekitar anda. Yakinlah bahwa anda bisa.
………………………………………………………………………………………
Banyaknya orang yang mengaji ke tempat seorang Habib di Kwitang Jakarta, di tangan Gus Dur, menjadi sebuah tulisan kolom yang menarik untuk dibaca. Lalu lalang Bus Kota, banyaknya pedagang dadakan, menjadi inspirasi tersendiri bagi Gus Dur untuk menuliskannya dalam sebuah kolom.
Nah, silakan anda menulis tentang apa saja di sekitar anda. Yakinlah bahwa anda bisa.

Rabu, 04 November 2009

Menulis

EKSPOSISI
BAB I

1. Pendahuluan
Pengertian tulisan ilmiah dapat dilihat dari dua sudut, yaitu sudut bahasa dan sudut analisis ilmiah. Dari sudut bahasa, tulisan ilmiah menggunakan bahasa teknis yang diwarnai istilah-istilah sesuai dengan bidang garapannya, bahasa yang obyektif-rasional. Bahasa yang teknis dan obyektif-rasional ini hanya memungkinkan dibaca oleh pembaca dengan pendidikan dan pengetahuan yang tinggi. Penentu utama yang akan digunakan dalam tulisan ilmiah adalah sasaran atau khayalak dari tulisan itu, yaitu mereka yang berpendidikan akademis atau perguruan tinggi.
Setiap karya ilmiah menuntut penulisnya menguasai sejumlah prasyarat berikut:
1. Aspek-aspek kebahasan: kosa kata, tatabahasa, sintaksis, dasar gaya bahasa.
2. Menguasai topic bahasan dengan baik, serta menguasai kerangka acuan atau prinsip ilmiah dari topic dan bidang yang akan di tulisnya.
3. Memiliki kemampuan penalaran yang baik untuk menganalisa dan memecahkan persoalan yang dihadapi.
4. Menguasai kemampuan analisa bidang ilmunya untuk memecahkan obyek garapannya dengan kritis.
5. Menguasai dan menerapkan metode-metode dan teknik pengumpulan dan pengolahan data secara tepat.

Agar gagasan-gagasan yang dituangkan dalam sebah tulisan dapt mencapai sasaranyang diinginkan, maka setiap penulis hendaknya menyadari tiga kebenaran dasar di bawah ini.
1. Apa yang di sampaikan dalam sebuah tulisan, tidak selalu diterima sama baiknya oleh setiap orang. Ada yang menangkap hanya sedikit dariapa yang dikemukakan dan ada yang sama sekali tidak mampu menangkap tulisan itu.
2. Maka yang disampaikan itu berada dalm pikiran penulisnya, bukan dalamkaya atau symbol yang akan digunakannya.
3. Komunikasi verbal selalu mengandung cacat.

Karena itu sebuah komunikasi, entah melalui tulisan entah secara lisan, selalu tidak akan sempurna atau tidak sama kualitasnya.


2. Wacana sebagai bentuk bahasa
Pengertian wacana dapat di batasi dari dua sudut yang berlainan. Pertama dari sudut bentuk bahasa, dan kedua, dari sudut tujuan umum sebuah karangan yang utuh atau sebagai bentuk sebuah komposisi.
Wacana adalah bentuk bahasa di atas kalimat yang mengandung sebuah tema. Satuan bentuk yang mengandung tema ini biasanya terdiri daari alenia-alenia, anak-anak bab, bab-bab, atau karangan-karangan utuh. Jadi, tema merupakan cirri sebuah wacana. Tanpa tema tak ada wacana.

3. Wacana sebagai bentuk komposisi
Di pihak lain, pengertian wacana dapat ditinjau dari sudut sebuah komposisi atau karangan yang utuh. Dalam hal ini landasan yang utama untuk membeda-bedakan karangan satu dari karangan yang lain adalah tujuan umum yang ingin yang di capai dalam sebuah karangan.
Tujuan umum yang akan di capai dalam sebuah karangan utuh di pengaruhi dan ditentukan oelh kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan dasar itu dapat beujud:
1. Keinginan untuk memberi informasi kepada orang lain dan memperoleh informasi dari orang lain.
2. Keinginan unruk menyakinkan seseorang mengenai kebenaran atau suatu hal.
3. Keinginan untuk menggambarkan atau menceritakan bagai mana bentuk atau wujud suatu barang atau obyek.
4. Keinginan untuk menceritakan pada orang lain kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Tiap kebutuhan dasar tersebut akan melandasi corak dasar dari sebuah karangan, yang secara khusus mewarnai tujuan umum sebuah karangan.berdasarkan tujuannya, karangan –karangan yang utuh dapat di bedakan atas:
1. Eksposisi : dari sudut penulis memenuhi keinginan manusia untuk memberi informasi kepada orang lain, atau dari sudut pembaca berkeinginan untuk memperoleh informasi dari orang lain mengenai suatu hal.
2. Argumentasi : dari sudut penulis keinginan untuk menyakinkan pendengar atau pembaca mengenai suatu kebenaran dan lebih jauh mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Sedangkan dari pihak pembaca dan pendengar, mereka ingin mendapat kepastian tentang kebenaran itu.
3. Persuasi : wacana persuasive sebenarnya merupakan sebuah varian argumentasi. Wacana ini lebih condong untuk mempengaruhi manusianya dari pada mempertahankan kebenaran mengenai suatu obyek tertentu.
4. Deskripsi : penulis atau pembicara berkeinginan untuk menggambarkan atau menceritakan bagaimana bentuk atau wujud suatu barang atau obyek.
5. Narasi : penulis atau pembicara ingin menceritakan pada orang lain kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi.

EKSPOSISI
A. Pengertian eksposisi
Eksposisi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu obyek sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca. Wacana ini di gunakan untuk menjelaskan wujud atau hakekat suatu obyek, misalnya menjelaskan pengertian kebudayaan, komunikasi, perkembangan teknologi, pertumbuhan ekonomi kepada pembaca.
B. Teknik penulisan eksposisi
Sebuah eksposisi biasanya diwarnai oleh sifat topik yang di garap dan teknik penyajiannya yang di gunakan keterampilan penulis memadukan kedua unsur itu dengan jaminan bahasa yang baik dan lancar akan menandai kualitas sebuah eksposisi. Sebagai bentuk tulisan yang paling umum di garap, eksposisi tetap mengandung tiga bagian utama, yaitu sebuah pendahuluan, tubuh eksposisi dan kesimpulan.
1. Pendahuluan
Pendahuluan adalah penyajian latar belakang, alas an memilih topik itu, pentingnya topic, luas lingkup, batasan pengertian topic, permasalahan dan tujuan penulisan, kerangka acuan yang di gunakan.
2. Tubuh eksposisi
Agar uraian mengenai tubuh atau isi eksposisi ini di sajiakn denagn teratur, penulis harus mengembangkan sebuah organisasi atau kerangka terlebih dahulu. Berdasarkan organisasi, penulis kemudian menyajikan uraian mengenai bagian secara terperinci, sehingga konsep atau gagasan yang ingin di informasikan pada para pembaca tampak jelas.

3. Kesimpulan
Penulis akhirnya menyajikan kesimpulannya mengenai apa yang di sajikan dalam isi eksposisi. Sesuai dengan sifat eksposisi, apa yang di simpulkan tidak mengarah kepada usaha mempengaruhi para pembaca.



4. Argumentasi
A. pengertian argumentasi
Argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha membuktikan suatu kebenaran. Lebih jauh sebuah argumentasi berusaha mempengaruhi serta mengubah sikap dan pendapat orang lain untuk menerima suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti yang di argumentasikan.
Argumentasi di bedakan dari ketiga bentuk wacana yang lain karena fungsi utamanya adalah membuktikan. Secara longgar dalam ketiga bentuk wacana lain dapat juag menjumpai unsure pembuktian, namun pembuktian dalam ketiga wacana tadi sangat berbeda dengan sifat pembuktian dalam argumentasi
Pembuktian dalam argumentasi dari ketiga wacana lain (eksposisi, diskripsi, narasi) dalam dua aspek berikut:
Pertama, metode pembuktian dalam argumentasi di reduksi atau di susutkan hingga menjadi atau berdasarkan suatu ilmu yang dikenal sebagai logika.
Kedua, argumentasi sering bertalian dengan masalah kebijaksanaan dalam arti bahwa kebijaksanaan bertalian dengan apa yang seharusnya di lakukan berdasarkan setandart tertentu, dari pada apa yang benar.
B. teknik penulisan argumentasi
Seperti jenis tulisan lainnya argumentasi selalu terdiri dari bagian utama, yaitu pendahuluan, isi argumentasi, kesimpulan.
1. Pendahuluan
Pendahuluan berfungsi menarik perhatian pembaca dengan menyajikan fakta-fakta pendahuluan untuk memusatkan perhatian untuk memahami argumentasi yang akan disampaikan nanti dalam isi karangan
2. Isi argumentasi
Seluruh isi argumentasi di arahkan pada usaha penulis untuk manyakinkan pembaca mengenai kebenaran dari masalah yang di kemukakannya, sehingga kesimpulannya juga benar.
Kebenaran dalam penalaran dan konklusi itu mencakup beberapa kemahiran :
Kecermatan menyeleksi fakta yang benar, kekritisan dalam memberikan nilai; penyajian atau penyusunan bahan secara baik dan teratur, penyajian fakta, evidensi, kesaksian, perumusan premis, dan sebagainya dengan benar.
3. Kesimpulan
Penulisan haru memperhatikan bahwa kesimpulan yang di turunkan tetap menjaga pencapaian tujuan, yaitu membuktikan kebenaran untuk mengubah sikap dan pendapat pembaca. Kebenaran dalam isi argumentasi, atau dapat di buat semacam rangkuman umum dari materi yang telah di kemukakan.
6. Persuasi
A. pengertian dan dasar persuasi
Persuasi adala suatu bentu wacana yang merupakan penyimpangan dari argumentasi, dan khusus berusaha mempengaruhi orang lain atau para pembaca agar para pendengar atau pembaca melakukan sesuatu bagi orang yang mengadakan persuasi, walaupun yang di persuaisi sebenarnya tidak terlau percaya akan apa yang di katan itu.
B. teknik penyajian
Persuasi sebagai sebuah tulisan yang mirip argumentasi,mengikuti jiwa sebuah argumentative, kecuali pada sasaran untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan dalam persuasif adalah kesepakatan psikologis, agar pembaca melakukan sesuatu atau menerima sesuatu seperti yang dikemukakan penulis.
7. Deskripsi
Deskripsi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu obyek atau suatu hal sedemikian rupa,sehingga obyek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca,seakan-akan para pembaca melihat sendiri obyek itu.
8. Narasi
Narasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu peristiwa atau kejadian , sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh para pembaca. Narasi menyajikan peristiwa dalam sebuah rangkaian peristiwa kecil yang bertalian.
9. karya ilmiah dan fiksi
Denga memperhatikan uraian diatas, keempat wacana diatas dapat dikelompokkan lagi atas dua kelompok yaitu eksposisi dan argumentasi sebagai wacana ilmiah serta deskripsi dan narasi sebagai wacana fiktif. Sasaran wacana ilmiah adalah rasio,yaitu agar para pembaca memperoleh pengalaman intelektual atau pengetahuan dengan menyodorkan fakta-fakta,sedangkan wacana fiktif adalah kesan atau pengalaman mental dengan menyodorkan realitas-realitas.
10. Perbedaan eksposisi dan argumentasi
Sebagai bentuk wacana untuk karya-karya ilmiah, eksposisi dan argumentasi di samping mengandung titik singgung sebagai telah di kemukakan di atas, demikian sebaliknya.
Perbedaan utama adalah sebagai berikut:
1. Tujuan : eksposisi berusaha untuk menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan tanpa usaha mempengaruhi pembaca, sebaliknya argumentasi berusaha untuk membuktikan suatu kebearan dari suatu pokok persoaalan agar pembaca mengubah sikap dan pendapatnya.
2. Keputusan : dalam eksposisi penulisan penyerahan keputusannya kepada pembaca, untuk menerima atau tidak meneriama apa yang di katakana oleh penulis.
3. Gaya penyajian : karena semua alasan sebagai di kemukakan di atas, maka cara penyajian dalam eksposisi lebih condong ke gaya informative. Sehinnga pembaca dapat menangkap informasinya dengan mudah.
4. Gaya bahasa : gaya penyajian dalam kedua jenis wacana mempengaruhi pola gaya bahasa yang di gunakan, gaya bahasa yang di gunakan adalah bahasa bahasa berita tanpa rasa subyektif dan emosional.
5. Fakta : perbedaan terakhir antara eksposisi dan argumentasi adalah menyangkut penggunaan fakta. Atau kesimpulan yang di kemukakan itu menjadi lebih konkret.
11. Syarat-syarat menulis karya ilmiah
Pada hakikatnya sebuah eksposisi berusaha untuk memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang mengenai obyek yang di garapnya oleh sebab itu, dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut, seorang pengarang harus memenuhi syarat di bawah ini. Pertama-tama, ia harus mengetahui sedikit tentang subyek atau topic garapannya. Dan syarat lainnya adalah untuk menulis sebuah eksposisi dengan baik adalah kemampuan untuk menganalisa persoalan tersbut secara jelas dan konkret. Semakin analisa dan evaluasi yang diadakan, semakin baik nilai eksposisi yang di tulisnya.
12. Metode-metode eksposisi dan argumentasi
Kemampuan dan keterampilan menganalisa dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan-latihan secara sistematis, khususnya melalui metode analisa. Di bawah ini dikemukakan beberapa metode yang biasa dipergunakan dalam karya-karya ilmiah untuk mencapai dua tujuan:
1. Mengenal wujud karya ilmiah itu lebih mendalam
2. Mengenal teknik analisa untuk menulis sebuah karya ilmiah dengan baik.









BAB II
METODE IDENTIFIKASI

1. Batasan Pengertian

Dalam eksposisi ada tiga istilah yang digunakan secara tupang tindih yaitu identifikasi, deskripsi (teknis) dan analisa.
Identifikasi adalah suatu metode untuk menggarap sebuah eksposisi sebagai jawaban atas pertanyaan: Apa itu ? Siapa itu ?.

2. Cara Mengidentifikasi
Dalam pergaulan kita sehari-hari, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti Siapa itu? Atau Apa itu ? biasanya dilakukan dengan beberapa cara. Semua cara itu mempunyai tujuan yang sama, yaitu,agar orang mengenal dengan tepat obyek itu.
1. Metode ostensi
Yaitu suatu cara menjelaskan suatu obyek dengan langsung menunjuk barang, obyek, atau orang yang di tanyakan itu, bila orang atau barang itu berada di sekitar pihak yang terlibat komunikasi.
2. Demonstrasi
Yaitu suatu metode untuk menjelaskan makna suatu istilah, terutama yang termasuk dalam kelompok aksi, dengan memperagakan aksi tersebut. Melaui demonstrasi orang-orang keidentikan suatu kata atau istilah dengan perilaku fisik obyeknya itu.
3. Dengan gambar dan tulisan
Teknik menjelaskan makna suatu kata, juga dapat dilakukan dengan menggambarkan obyek atau peristiwa yang ditanyakan serta diberikan keterangan tertulis pada obyek tadi. Teknik ini sering di pakai dalamk buku pelajaran terutama pendidikan dasar dan menengah untuk lebih mengkonkritkan istilah yang dipelajari.

4. Perbedaan identifikasi dan deskripsi
Metode ini lebih komplek karena sudah termasuk dalam tulisan, entah tulisan yang panjangnya satu kalimat, entah satu alinea, atau satu bab. Antara identifikasi dan deskripsi bias terdapat perbedaan dan persamaan. Perbedaannya sebagai berikut:
a) Identifikasi mencakup pengertian bahwa mula-mula harus di lakukan suatu proses pengenalan atau pelacakan atas cirri-ciri obyek garapan, yang kemudian di susul dengan proses mengambarkan obyek itu dengan kata-kata untuk memperkenalkannya kepada pembaca. Identifikasi lebih diarahkan kepada proses mencatat semua cirri individual yang terdapat pada obyek yang di garap, baik yang konkrit maupun abstrak.
Ciri-ciri yang di sodorkan tadi secara ideal harus mampu memperkenalkan obyek itu secara keseluruhan.
b) Deskripsi
Deskripsi lebih menekankan pengungkapannya melalui rangkaian kata-kata. Walaupun untuk membuat deskripsi yang baik, penulisan harus mengadakan identifikasi terlebih dahulu, namun pengertian deskripsi hanya menyangkut pengungkapan melalui kata-kata. Perbedaan deskripsi selalu menyangkut kebulatan, walaupun hanya sebagian dari keseluruhan, bukan satu cirri individual. Karena itu di satu pihak metode identifikasi dan deskripsi sebenarnya sama saja.
Agar tidak menimbulkan kebingungan, istilah identifikasi hanya di gunakan untuk menyebut metode pendahuluan untuk mencatat cirri-ciri. Sebaliknya deskripsi kita gunakan untuk menyebut tulisan yang menyajiakan data atau ciri sebuah obyek tadi. Dalam uraian bab ini istilah identifikasi sebagai suatu bentuk tulisan digunakan dengan pengertian yang timbal balik dengan deskripsi.

4. Teknik Identifikasi
Identifikasi sebagai suatu metode eksposisi yang akan memperkenalkan suatu objek secara menyeluruh, dapat berjalan sejajar dan mengimbangi kedudukan kerangka karangan, bila ditata menurut suatu pola tertentu. Kerangka karangan yang didasarkan pada uraian spasial tidak lain dari usaha mengadakan identifikasi mengenai sesuatu hal, yang unsur-unsurnya diurutkan menurut urutan tempat.
Dengan demikian, kemampuan menggarap eksposisi dengan metode identifikasi tergantung sepenuhnya dari kemampuan pengarang.

5. Identifikasi sebagai Strategi Dasar
Kemampuan mengadakan identifikasi secara cermat merupakan factor yang sangat penting dalam keberhasilan menyusun karangan yang baik dan teratur. Kepentingan itu dapat diukur dari dua dasar yang strategis yaitu, pertama, dilihat dari kepentingan metode identifikasinya sendiri, tanpa alasan-alasan lainnya. Kedua, dilihat dari kaitannya dengan metode-metode eksposisi lainnya (metode analisa, perbandingan, klasifikasi, definisi, serta ilustrasi dan eksemplifikasi. Metode itu akan berhasil bila sudah dilakukan identifikasi dengan baik.
Metode klasifikasi juga akan berhasil jika penulis mampu membuat perincian atau identifikasi mengenai jumlah anggota-anggota kelas, ciri-ciri yang mengikat-satukan semua anggota kelas itu dan ciri-ciri yang membedakan tiap anggota kelas.
Demikian pula dapat dilakukan dengan metode lain seperti definisi dan analisa. Definisi pada prinsipnya adalah suatu proses menempatkan suatu obyek yang akan dibatasi ke dalam kelas yang dimasukinya (berarti klasifikasi lagi), dengan menyebutkan ciri-ciri yang yang membedakan obyek tadidari anggota-anggota kelas lainnya. Sebaliknya analisa tidak lain dari suatu proses untuk menentukan unsur-unsur yang secara struktural membentuk obyek tadi. Dengan demikian kita harus mengadakan juga identifikasi atas struktur obyek tadi.
Dengan demikian jelaslah bahwa untuk menggarap sebuah eksposisi dengan menggunakan metode apapun, masalah yang paling dasar yang harus dilakukan oleh seorang penulis adalah pertama-tama adalah mengadakan identifikasi.

6. Contoh Penerapan
Untuk memberi gambaran mengenai cara melakukan identifikasi atas sebuah pokok bahasan, dapat diikuti melalui dua cara. Pertama, dengan memperhtikan sebuah kerangka karangan atau daftar isi sebuah kerangka karangan yang ada secara utuh untuk melihat bagaimana penulis mengidentifikasi pokok bahasannya melalui judul-judul utamanya itu. Kedua, dengan melihat bagaimana tiap topik atau judul utama dari karangan itu di perinci ke dalm bagian-bagian yang lebih kecil sampai pada identifikasi dalam sebuah alinea, yaitu bagaimana sebuah gagasan utama alinea diidentifikasi ats gagasan-gagasan bawahannya.
Dalam hal yang pertama, tiap unsure identifikasi diuraikan lebih lanjut atas unsur-unsur identifikasiyang lebih kecil atau terpencil. Dengan cara itu pengarang mengharapkan bahwa pengertian tiap unsur identifikasi akan lebih jelas lagi.
Dalam hal kedua, kita melihat bagaimana pengarang mengembangkan uraiannya lebih lanjut dengan memperinci topik utama.


BAB III
METODE ANALISA

1. Pengertian Analisa
Analisa pada dasarnya adalah suatu cara membagai-bagi suatu obyek ke dalam komponen-komponennya. Kata analisa diturunkan dari kata Yunani : analyein yang berarti “menanggalkan, menguraikan”. Lebih jauh kata itu dibentuk dari unsur ana = “atas”, dan kata lyein = “melepaskan, menanggalkan, mempreteli”. Jadi menurut arti katanya, kata analisa berarti “melepaskan, menanggalkan, atau menguraikan sesuatu yang terikat padu atas bagian-bagiannya.
Analisa selalu bertalian dengan sesuatu yang utuh, berbeda dari identifikasi yang bisa hanya menyangkut suatu bagian lepas. Analisa atas sebuah obyek dapat dilakukan bila obyek itu memiliki sebuah struktur, yang terdiri dari sejumlah komponen.
Bila prinsip-prinsip atau wujud dari suatu subyek sudah dipahami secara baik, maka analisa merupakan suatu cara yang umum dan efektif untuk mengungkapkan penalaran seseorang.

2. Kaitan Analisa dengan Metode Lain
Telah dikemukakan ketumpang-tindihan pengertian antara deskripsi teknis dan identifikasi. Seperti halnya kaitan antara metode identifikasi dan deskripsi, hasil analisa suatu obyek dapat juga disebut sebagai deskripsi atau identifikasi karena sebelum menyajikan analisa harus diberikan deskripsi atau identifikasi atas unsur-unsur sebagai ciri pengenalnya.
Secara praktis ketiga metode ini mirip satu sama lain dan bertumpang tindih. Bila deskripsi hanya terbatas pada penyajian unsur-unsur luar atau bagaimana penampilan suatu obyek garapan, sebaliknya analisa dapat berjalan lebih jauh dengan menelusuri bagian-bagian yang ada di balik fenomena yang nampak di permukaannya itu.
Identifikasi merupakan metode pendahuluan untuk menjaring atau mencatat semua data dan informasi sehingga obyek itu dikenal sebagai obyek itu, maka juga terdapat kaitan dengan semua metode penyajian lainnya.

3. Macam – Macam Analisa
Berdasarkan sifat komponen-komponen yang membentuk sebuah obyek garapan atau sebuah konsep, maka secara luas metode analisa dapat dibagi atas lima jenis sebagai berikut :
a. Analisa Umum
Yang dimaksud dengan analisa umum adalah pengertian umum yang mencakup semua analisa yang berusaha menyoroti hal-hal yang nampak (kelihatan) maupun yang berada di balik fenomena lahiriah tanpa memberi corak yang khusus.

b. Analisa Bagian dan Analisa Fungsi
Yang dimaksud dengan analisa bagian adalah suatu teknik untuk membagi-bagi sebuah obyek ke dalam unit-unit yang lebih kecil, yang memperlihatkan hubungan-hubungan tertentu. Sedangkan analisa fungsi merupakan proses lanjutan dari analisa bagian. Kedua macam analisa inilah yang sering disebut sebagai deskripsi teknis.
c. Analisa Proses
Yang dimaksud analisa proses adalah analisa yang berusaha menjawab pertanyaan : Apakah suatu peristiwa atau kejadian terdiri dari tahap-tahap tertentu ? Tahap-tahap mana saja yang membentuk peristiwa tersebut ? Analisa proses merupakan analisa lanjutan dari analisa bagian dan analisa fungsi.
d. Analisa Kausal
Yang dimaksud dengan analisa kausal adalah analisa yang berusaha menemukan sebab-akibat dari suatu hal atau peristiwa. Analisa ini dianggap sebagai suatu kesadaran manusia yang paling tinggi mengenai alam dan dunia sekitarnya. Analisa ini juga dianggap sebagai awal dari perkembangan ilmu dan teknologi.
e. Klasifikasi
Klasifikasi juga dimasukkan dalam pengertian analisa. Sebagai suatu jenis analisa, klasifikasi dapat dibatasi sebagai semacam analisa yang berusaha menemukan identitas sejumlah barang atau hal untuk dikelompokkan dalam satuan yang disebut kelas. Analisa semacam ini berusaha menjawab pertanyaan : Barang ini dapat dimasukkan dalam kelompok apa ? Apakah ada sebuah ciri yang dominan yang mampu mengikat satukan sejumlah obyek ke dalam sebuah kesatuan atau sebuah kelompok ?
4. Wujud Analisa
Analisa sebagai suatu metode penyajian dalam tulisan teknis, terdiri dari proses memeriksa dan mengamati sesuatu hal untuk membeda-bedakan bagian-bagian atau unsur-unsurnya, baik secara terpisah-pisah maupun secara bersama-sama, dengan menunjukkan relasinya satu sama lain dalam menunjang kesatuannya.
Dalam analisa ini yang perlu diidentifikasi bukan hanya hal-hal luar, tetapi juga hal-hal yang lebih dalam, yang tidak dapat dilihat oleh orang biasa. Analisa ini juga dapat digolongkan sebagai analisa bagian dan fungsi, analisa proses atau analisa kausal.

5. Persiapan Penulisan
Karena analisa berusaha menerobos batas-batas pengamatan manusia biasa, maka sebuah analisa selalu harus dilakukan dengan cermat, dengan mengkaji semua hal yang berkaitan dengan obyek garapannya. Beberapa hal pokok yang harus diperhatikan agar penyajian sebuah analisa dapat dilaksanakan dengan baik adalah : menelaah pembaca, menyiapkan sebuah kerangka yang logis dan jelas, dan menjauhkan rasa bosan pada para pembaca.
a. Pembaca
Perhatian pertama ditujukan pada pertanyaan siapa yang akan membaca dan mengapa ia membaca tulisan itu. Ada pembaca yang hanya menginginkan dan puas dengan analisa faktor-faktor luar, tetapi ada juga pembaca yang ingin mengetahui semua hal yang berada di balik gejala-gejala lahir itu.
b. Kerangka
Metode umum yang dianjurkan untuk membuat analisa yang teratur adalah pertama-tama menyusun sebuah kerangka karangan sebagai dasar identifikasi. Proses ini terdiri dari membuat catatan kasar mengenai apa saja yang akan dibicarakan, kemudian menyusun sebuah rancangan dengan mengelompokkan materi-materi yang bertalian.

c. Hindari Kebosanan
Sebuah tulisan atau uraian yang tidak menarik dan tidak memenuhi harapan pembaca akan segera menimbulkan kebocanan. Penulis yang ahli dan terampil akan berusaha untuk selalu memenuhi keinginan para pembacanya. Penulis harus mengetahui metode mana yang kiranya dapat menunjang penulis untuk mencapai tujuannya yaitu agar pembaca tertarik dan tidak bosan.
6. Teknik Penyajian
Analisa dapat dikembangkan mengikuti pola-pola yang telah disusun dalam kerangka karangan. Tetapi bila tak ada pola yang dapat diikuti, maka penulis harus menggunakan kemampuan imajinasinya untuk menemukan fakta-fakta yang bermakna.
Terlepas dari persoalan bagaimana menyampaikan perincian sesuai dengan peluang atau materi yang diperolehnya, penulis perlu memperhatikan unsur-unsur atau bagian-bagian utama yang harus dihadirkan dalam uraiannya atau karangannya. Sebuah uraian yang utuh harus memperhatikan bagian-bagian sebagai dikemukakan dibawah ini :
a. Pendahuluan
Sejauh keadaan menghendakinya, disiapkan suatu pendahuluan singkat, yang biasanya mencakup : tujuan penggarapan analisa, dasar-dasar perincian butir-butir utama, alasan-alasan pemilihan topik, sumber-sumber fakta, ruang lingkup dan pembatasan mengenai penyelidikan yang telah dilaksanakan, dan jika ada, asumsi-asumsi yang menjadi dasar interpretasi fakta. Dapat ditambahkan fakta-fakta penting yang khas dan kseimpulan umum yang penting untuk merangsang pembaca terhadap isi tulisan itu.
b. Pengorganisasian Komponen Utama
Dengan tetap mengingat fungsi analisa dan bila ditetapkan butir-butir utamanya dari informasi yang tersedia, maka penulis mengorganisasikan butir-butir utama serta butir-butir bawahnya. Pertanyaan kunci dalam pengorganisasian adalah apakah fakta-fakta dari bermacam-macam butir sbyek itu dapat digabungkan saja dalam sebuah topik utama atau apakah tetap dipisahkan satu dari yang lain. Pengorganisasian sangat menentukan, karena setiap analisa tidak boleh mengakibatkan atau memberi kesan seakan-akan tidak ada hubungan antara komponen-komponen itu satu sama lain.

c. Perincian Butir Utama
Jika fakta-fakta obyektif menghendaki interprestasi, maka pertimbangan utama bagi penulis adalah apa yang harus dilakukan agar interelasi antar fakta-fakta itu satu sama lain menjadi jelas dan bagaimana menggelarkan proses-proses penalaran yang tercakup sehingga kepentingannya dapat terungkap dengan jelas. Pola hubungan antara perinciannya itu dapat diurutkan sebagai berikut :
• Butir-butir utama.
• Tiap butir utama diperinci atas sejumlah sub butir.
• Tiap sub butir diperinci lagi atas sub-sub butir.
• Tiap sub-sub butir diperinci lagi atas sejumlah gagasan utama yang menjadi dasar alinea-alinea.
• Tiap gagasan utama (alinea) diperinci atas sejumlah gagasan bawahan yang berujud fakta, informasi yang dipertalikan melalui sebuah penalaran. Dalam alinea dapat diturunkan pula kesimpulan-kesimpulan, sebagai konsekuensi logis atas penalaran fakta-fakta yang dikemukakan.
d. Kesimpulan
Sebuah analisa boleh atau tidak disudahi dengan sebuah kesimpulan umum. Kadang-kadang yang diperlukan hanya merangkum sekali lagi pokok bahasan bersama perincian atas bagian-bagiannya. Bila relasi antara tiap komponen dengan keseluruhan itu penting, terutama analisa untuk menyajikan sebuah dasar untuk keputusan atau tindakan, maka sebuah rekapitulasi fakta-fakta utama akan menjadi suatu keharusan yang harus dibuat oleh penulis.

Jumat, 30 Oktober 2009

Hikayat Amir Hamzah

HIKAYAT AMIR HAMZAH

Ceritera pertama pria mengatakan kelakuan Alkosi Menteri dengan Khoja Bhakti Jamal. Demikian bunyinya :
Ada suatu negeri Madina namanya, negeri itu terlalu besar lagi dengan eloknya, dan rajanya dalam negeri itu Kibad Syahriar namanya. Dikata orang : raja itu terlalu hartawan, lagi budiman, lagi dermawan dan kasih akan segala hulubalang, dan menterinya, dan rakyatnya, lagi adilnya pun terlalu mashur, dan seorang pun raja di dalam dunia tiada dapat melalui titahnya dan tiada dapat mengikuti lakunya. Pada masanya semuanya raja-raja. Dalam hikayat dan takluknya. Adapun akan raja itu empat puluh empat ada menterinya dan tujuh ratus bentaranya, dan dua ratus pahlawan yang gagah-gagah yang memakai mahkota yang keemasan duduk dihadapannya, dan sepuluh laskar hulubalang yang mengendarai kuda semberani dan memakai baju jarah besi niah lagi kelihatan tubuhnya, dan tiga puluh ribu hamba tebusan yang memakai kalah-kalah yang keemasan bertahtakan ratna mutu manikam dan berikut berumbai-rumbaikan mutiara dan berbaju keemasan sekalian orang itu khidmad kepada raja Khibad Syahriyar pagi dan petang menghadap baginda itu. Adapun yang penghulu sekalian menteri itu ada seorang menteri terlalu amat adil dan budiman namanya Alkosi Menteri, barang sembahnya diperkenankan raja lagi sempurna pada ilmu jaman suda itu dari pada anak cucu Nabi Danial alaihissalam. Dalam neteri itu ada seorang lagi Islam, Khoja Bakhti Jamal namanya. Disebut orang lain daripada sudah itu semuanya kafir menyembah berhala, dan menyembah api. “Alkisah” : adapun Alkosi Menteri dan Khoja Bakhti Jamal terlalu sekali berkasih kasihan bersahabat seperti orang bersaudara lakunya. Sudah kala berkunjung kunjungan tiada dapat lagi ia berjarak. Jika belum Alkosi Menteri bertemu dengan sahabatnya Khoja Bakhti Jamal, belum Alkosi Menteri pergi menghadap raja. Sekali peristiwa seperti adatnya dahulu kala itu pada suatu hari datang Alkosi Menteri ke rumah sahabatnya Khoja Bakhti Jamal. Maka ia pun memandang kepada muka Khoja Bakhti Jamal, seraya dilihatnya pada telaah rumahnya maka digaruk-garukkannya kepalanya maka dilihatnya oleh Khoja Bakhti Jamal akan Alkosi Menteri menggarukkan kepalanya.
Maka kata Khoja Bakhti Jamal : “Hai saudaraku mengapa muka engkau melihat mukaku, mala engkau menggarukkan kepalamu ?” Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Saudaraku kulihat pada telaah ramalku bahwa dalam empat puluh hari ini suatu masa besar datang kepadamu”. Setelah didengar Khoja Bakhti Jamal katanya Alkosi Menteri demikian itu, maka kata Khoja Bakhti Jamal : “Hai Saudaraku Alkosi Menteri, bicarakan apalah olehmu betapa periku menyulut mara itu katakan kepadaku supaya kukerjakan”. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Saudaraku pada bicaraku baiklah engkau khulwat empat puluh hari jangan engkau keluar dari rumahmu dan jangan engkau berkata dengan seorangpun. Arkian kata Alkosi Menteri itupun diperkenankan oleh Khoja Bakhti Jamal maka Alkosi Menteri pun kembalilah dari sana.
Maka Khoja Bakhti Jamal khulwatlah di rumahnya hingga datang kepada tiga puluh sembilan hari. Maka Alkosi Menteri pun datang berseru-seru kepada Khoja Bakhti Jamal : “Hai Handaiku pertetaplah hatimu, adapun mara itu telah lepaslah dari padamu, sekarang hanya sehari lagi tinggal tiadalah mengapa akan sekarang niscaya kebajikan datang akan engkau. Hai saudaraku bangkitlah engkau marilah kita kedua berjalan kepada taman memakan segala buah-buahan yang baik-baik rasanya dan bunga yang harum baunya itu kita pakai. Menengar kata Alkosi Menteri demikian itu, maka Khoja Bakhti Jamal pun turunlah keduanya merayakannya berjalan berpegang pegangan tangan. Maka pada antara jalan itu Khoja Bakhti Jamal pun hendak pada hajat. Maka ia berkata kepada Alkosi Menteri : “Hai Saudaraku, Tuan hamba berdirilah disini seketika, karena aku hendak kodha hajat”. Maka diberi hajat oleh Alkosi Menteri : maka Khoja Bakhti Jamal pun masuk kepada suatu penjuru taman itu. Setelah sudah Kodla hajat. Maka iapun mengangkat suatu batu hendak akan istinja’. Maka dilihatnya dari bawah batu itu suatu lubang kelihatan bagus diikat manusia. Batu itu terlalu indah indah sekali rupanya dan perbuatannya. Maka Khoja Bakhti Jamal pun masuk ke dalam lubang itu dilihatnya suatu suatu pintu pada suatu bilik diikat orang dengan batu : dalamnya itu kelihatan suatu perbendaharaan empat puluh buah tempayan, penuh dengan emas. Dibawah tempayan itu perbendaharaan karun tandanya ada suatu surat pada batu emas itu. Setelah Khoja Bakhti Jamal melihat emas itu, maka terlalu sekejutlah karena emas itu terlalu banyak sekali. Maka Khoja Bakhti Jamal pun pikir dalam hatinya adapun harta ini harta Baitul Maal. Akan apa gunanya baik aku memberi tahu sahabatku Alkosi Menteri agar supaya harta ini dibagikan akan segala fakir miskin. Setelah sudah ia pikir demikian itu, maka Khoja Bakhti Jamal pun pergi memberi tahu Alkosi Menteri. Demikian katanya : “Hai Saudaraku, adapun aku ada bertemu dengan suatu perbendaharaan tempayan berisi emas dalamnya empat puluh banyaknya. Maka kata Alkosi Menteri : Hai Saudaraku, dimana tempatnya perbendaharaan itu katakan kepadaku”. Maka lalu dicabutnya tangan Khoja Bakhti Jamal dan dipeluknya maka katanya : “Hai Saudaraku dan kekasihku, dimana tempat perbendaharaan itu ? tunjukkan apalah kepadaku”. Maka Khoja Bakhti Jamal pun membawa Alkosi Menteri kepada perbendaharaan itu. Setelah Alkosi Menteri melihat harta dalam perbendaharaan itu terlalu banyak sekali, maka hatinya pun terlalu sekejutnya. Mukanya pun berseri-seri seperti bunga dalam bahru kembang. Maka ia pun pikir dalam hatinya. Adapun jika Handaiku Khoja Bakhti Jamal kuhidupkan niscaya keluar juga rahasia ini seperti apimu kata orang dahulu kala tatkala berpantun demikian bunyinya : “Jikalau begitu memenggal kepala jangan bersaudara demikianlah. Hendaknya pekerjaan ini kukerjakan maka sempurna akan daku adapun sahabatku Khoja Bakhti Jamal di atas perbendaharaan inilah kubunuh supaya seumurku hidup aku makan harta ini datang kepada anak cucuku makan diberbiayakan habis dan suatu pun tiada hilanglah akan daku dan anak dan cucu juga. Sudah ia pikir itu, maka ditangkapnya Alkosi Menteri rambut Khoja Bakhti Jamal maka digagahinya ditekankan kepala Khoja Bakhti Jamal itu ke bumi maka didudukinya dadanya lalu dihunusnya hanjarnya dihantarkannya kepada leher Khoja Bakhti Jamal. Maka kata Khoja Bakhti Jamal : “Hai Saudaraku, tiada tega setiamu ! pekerjaan apa yang kau kerjakan ini ?” Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Sahabatku ! inilah sebaik-baik muslihatku hendak membunuh engkau supaya rahasia ini jangan lagi seorang pun tahu”. Maka kata Khoja Bakhti Jamal : “Demi Tuhan yang menjadikan engkau dan aku bahwa rahasia ini tiada kukatakan pada seorangpun. Berapa kata Khoja Bakhti Jamal tiadalah didengarkan oleh Alkosi Menteri. Arkian, maka kata Khoja Bakhti Jamal : “Hai Sahabatku pada bicaraku engkaulah sahabat yang terlalu baik dari pada segala sahabatku yang lain. Pada bicaraku tiadalah daya lakumu demikian ini akan daku”. Maka kata itupun tiada juga diperkenankan oleh Alkosi Menteri. Tatkala itu Khoja Bakhti Jamal pun taulah bahwa Alkosi Menteri dengan sunguh-sungguh hatinya hendak membunuh akan daya. Maka kata Khoja Bakhti Jamal : “Hai Saudaraku ! Kuketahuilah sekarang ajalku akan mati dan dengan sungguh-sungguh hatimu engkau hendak membunuh aku. Ridholah aku dengan kehendak Allah Subhana Wataala dan kuserahkannyalah nyawaku pada tanganmu : tetapi ada suatu pesanku padamu jangan tiada kau sampaikan ke rumahku”. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Khoja Bakhti Jamal, apa pesanmu kepadaku ? Katakanlah supaya kudengar karena tiadalah aku menghidupi engkau !” Maka kata Khoja Bakhti Jamal : Bahwa isteriku hamil kutinggalkan karena sekarang aku berlayar dari negeri fana kepada negeri yang baqo’. Adapun akan istriku itu, Allah Subhana Wataala juga lagi menghidupi lain dari pada Allah tiada siapa kuasa. Adapun dari pada harta ini barang seribu tanggah emas berikan kepada isteriku dan katakan salam kekasihmu bahwa suamimu itu ditolong oleh seorang baya pria dibawanya berlayar sertanya ke negeri hujam. Sekarang sudahlah ia pergi, inilah seribu tanggah emas disuruhnya berikan akan dayaku dan demikian pesannya jika anaknya laki-laki namanya Khoja Bajar Jamar dan bayiku peliharakan, Adapun jika anaknya perempuan, Bariq Bahramulah namanya itu. Maka pesan Khoja Bakhti Jamal itupun dikabulkan oleh Alkosi Menteri. Maka Khoja Bakhti Jamal itupun disembelihnya oleh Alkosi Menteri. Setelah sudah Alkosi Menteri membunuh Khoja Bakhti Jamal, maka ditanamkannya diatas perbendaharaan itu. Maka diambilnya seribu tanggah emas. Maka ia pun keluar dari dalam taman itu dengan sekejutnya. Maka dibawanya tanggah emas itu kepada istri Khoja Bakhti Jamal. Syahdan seperti pesan Khoja Bakhti Jamal dikatakannya pada isterinya Khoja Bakhti Jamal. Maka istri Khoja Bakhti Jamal pikir dalam hatinya : Sungguhlah seperti kata Alkosi Menteri itu. Maka tanggah emas itupun diambilnya oleh istri Khoja Bakhti Jamal dan hatinyapun terlalu suka. Serta minta dihalalkan Alkosi Menteri, maka Alkosi Meteri pun pulang ke rumahnya ; maka ia pun memanggil segala laskarnya dan hamba sahayanya, maka disuruhnya pagari taman itu berkeliling tuguh-tuguh. Setelah sudah dipagari orang. Maka Alkosi Menteri pun menyuruh mendirikan sebuah mahligai dibatas perbendaharaan itu berkeliling mahligai itu di tanamnya bagai-bagai pohon kayu. Maka Alkosi Menteri pun sudah kalah disanalah melakukan kesukaannya siang malam dengan anak isteri dan hamba sahaya sekalian. “Wallohu a’lam”
-------------------------
Ceritera yang kedua pria mengatakan tatkala jadi Khoja Bajar Jamar Hakim, dan pria mengatakan tatkala raja Khibad Syahriar membesarkan Khoja Bajar Jamar Hakim dan menjadikan ia menteri.
“Alkisah”. Setelah genaplah bulannya, “Khoja Bakhti Jamal” itu, maka iapun beranaklah seorang laki-laki. Pada ketika yang baik dinamainya akan anaknya “Khoja Bajar Jamar” dan dipeliharakannya dengan sepertinya harta berapa lamanya daripada sehari-hari “Khoja Bajar Jamar” pun besarlah dan alamat budak akan berbahagia adalah padanya dan berdualah rupanya dilihat orang banyak. Bermula segala orangpun terlalu kasih akan daya berapa lamanya datanglah usianya “Khoja Bajar Jamar” kepada sembilan tahun maka iapun dibawanya oleh ibunya kepada mualim maka disuruhkannya mengaji Qur’an. Berapa lamanya “Khoja Bajar Jamar” pun mengaji maka ilmu pun banyak diperolehnya, lidahnya pun terlalu baik dan gurunya pun terlalu heran melihatnya. Akan “Khoja Bajar Jamar” mengaji itu terlalu sangat pahamnya kelakuan maka ada suatu kitab di rumah mualim itu Jamsi Hakim namanya kitab itu. Adapun asalnya daripada Jamsi Hakim juga diperolehnya oleh “Khoja Bakhti Jamal” maka tiada termutolaahkan oleh “Khoja” itu. Maka diberikah oleh “Khoja Bakhti Jamal” kepada mualim itu. Maka mualim itu tiada dapat memutholaahkan kitab itu apa ada dalam kitab itu tiada diketahuinya. Maka pada suatu hari mualim itupun mengatakan peri kelakuan kitab itu dihadapan “Khoja Bajar Jamar” setelah didengar oleh Khoja Bajar Jamar kata gurunya itu maka kata Khoja Bajar Jamar : Hai tuanku ! beri apalah akan hambamu kitab itu barang sehari dua hari hamba pinjam supaya kitab itu hamba mutholaahkan arkian, maka gurunya itupun segera berbangkit masuk ke dalam rumahnya. Maka diambilnya kitab itu diberikannya kepada “Khoja Bajar Jamar”. Maka Khoja Bajar Jamar pun bermohon kepada gurunya pulang ke rumahnya. Dibawanya kitab itu, maka dimutholahkan oleh Khoja Bajar Jamar dilihatnya dalam kitab itu peri kelakuan raja “Kitab Syahriar” dan peri “Alkosi Menteri” membunuh bapaknya. Itupun semuanya dilihatnya dalam kitab itu. Habis diketahuinya sudah itu maka kitab itupun ditaruhnya maka iapun datanglah kepada ibunya perlahan-lahan dengan sembah sujudnya. Maka ia pun berkata perlahan-lahan : “Hai ibuku ! Bapakku sekarang kemana ? Maka kata ibunya : “Hai anakku, tatkala engkau lagi di dalam perutku, Bapakmu pergi berlayar sekarang ia tiadalah ada lagi wartanya. Betapa halnya pun tiada lagi aku tahu. Sesudah itu maka Khoja Bajar Jamar berkata pula, Hai ibuku, “Alkosi Menteri itu sekarang adakah ia lagi hidup itu tiadakah ?” Maka kata ibunya : Hai anakku ! “Alkosi Menteri” itu ada hidup. Ialah yang sahabat bapakmu terlalu berkasih-kasihan dengan dia lebih dari pada orang bersaudara seibu sebapak. Demikian kasihnya akan bapakmu. Setelah Khoja Bajar Jamar mendengar kata ibunya demikian, maka iapun berdiam dirinya. Sehari-hari sudah kalah memutholaahkan kitab itu juga dan sudah kalah terlalu khidmat akan ibunya dan akan gurunya.
“Alkisah”. Pada suatu hari, maka berkata ibu Khoja Bajar Jamar kepada anaknya : “Hai Anakku, adapun ingin makan sayur pada taman “Alkosi Menteri” itu kudengar banyak sayur”. Arkian, maka Khoja Bajar Jamar pun pergi ke pihak taman Alkosi Menteri setelah datanglah Khoja Bajar Jamar ke pintu taman itu maka, besi kilang-kilang pintu itupun dihempaskan oleh Khoja Bajar Jamar setelah didengar oleh junggai yang menunggu taman itu bawanya orang diluar pintu, maka junggai itupun segera keluar. Maka dilihatnya ada seseorang muda berdiri di muka pintu itu terlalu elok rupanya. Sekalian bunga dalam taman itu seolah-olah pudarlah warnanya sebab daripada warna muka orang muda itu maka kata junggai itu : “Hai orang muda ! apa kehendakmu kemari ini? terlalu elok rupamu ! maka kata Khoja Bajar Jamar : Aku datang ini hendak membeli sayur. Maka kata junggai itu : “Hai orang muda ! daripada maka aku mengambil harganya sayur ini ? berapa kehendakmu sayur ini ? ambillah ! kuberi. Marilah engkau masuk ke dalam taman ini. Adapun dalam taman itu ada sebuah mahligai diperbuatnya oleh Alkosi Menteri ; malam siang disanalah ia duduk melakukan kesukaannya. Setelah itu maka junggai itupun membawa Khoja Bajar Jamar masuk ke dalam taman itu. Tatkala itu Alkosi Menteri pun ada di duduk di atas mahligai itu. Maka dilihatnya segala kelakuan “Khoja Bajar Jamar” tak satupun tiada katanya. Maka junggai itu pergi memungut sayur. Adapun pada tempat “Khoja Bajar Jamar” duduk itu ada seekor kumbang bertambat. Kumbang itupun menotok menotok talinya hendak makan sayur. Maka Khoja Bajar Jamar pun perlahan-lahan mengikat diuraikannya kumbang itu. Setelah kumbang itu lepas, maka kumbang itu pun berlari-lari masuk ke pada taman. Disanalah dia makan bunga dan sayur. Dengan demikian maka kumbang terlihat oleh junggai itu disangkanya kumbang melepaskan dirinya. Maka ditunggunya lalu ditambatkannya pulang pada tempat yang dahulu itu. Maka ia pun pergi pula memungut sayur. Maka sekali lagi “Khoja Bajar Jamar” berbangkit dilepaskannya kumbang itu. Maka kumbang itupun berlari-lari memakan bunga pula dilihat oleh junggai itu. Maka iapun amarah maka ambilnya batang junggai dilotarkannya kepada kumbang itu kena perutnya. Maka kumbang itupun mati. Setelah dilihat oleh Khoja Bajar Jamar maka katanya : “Hai junggai ! ketika halal dijadikan haram. Maka kata Khoja Bajar Jamar terdengarlah oleh Alkosi Menteri maka Alkosi Menteripun heran lalu memanggil junggai itu. Katanya : “Hai junggai ! kanak-kanak itu bawa kemari. Maka junggai itu pun membawa Khoja Bajar Jamar kepada Alkosi Menteri. Ini junggai kumbang itu disuruhnya bawa kehadapan Alkosi Menteri maka Alkosi Menteri pun bertanya kepada Khoja Bajar Jamar : "Hai kanak-kanak siapa namanya dan anak siapa engkau ? maka kata Khuja Bajar Jamar : Hai Alkosi Menteri adapun namaku Khuja Bajar Jamar. Dan nama bapaknya Khoja Bakhti Jamal. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Khoja Bajar Jamar ! bapakmu kemana perginya sekarang ? maka kata Khoja Bajar Jamar : “Bapakku kudengar mengerjakan pekerjaan seorang biperi ditolongnya dibawanya berlayar sertanya berapa lamanya suatupun tiada kabarnya kudengar. Dimana ia sekarang tiada aku tahu. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai kanak-kanak betapa artinya katamu itu. Ketika halal kujadikan haram. Seekor yang mati. Maka kata Khoja Bajar Jamar : “Hai Alkosi Menteri ! ada di dalam perut kumbang itu dua ekor anaknya. Seekor hatimu empat kukunya putih, dan seekor belang sebelah matanya buta sebab kena lotarnya Junggai itu, lalu mati. Setelah demikian maka disuruh Alkosi Menteri belah perutnya kumbang itu. Setelah dibelah orang maka dilihatnya singgah seperti kata Khoja Bajar Jamar itu. Maka Alkosi Menteri pun heranlah seraya pikir dalam hatinya “barang siapa tahu akan segala yang di dalam perut kumbang itu, niscaya tahulah ia akan orang yang membunuh bapaknya itu. Setelah ia pikir demikian itu, maka dipanggilnya oleh Alkosi Menteri seorang hulubalang habsyi memegang pedang. Maka kata Alkosi Menteri : “Hai Hulubalang ! kanak-kanak ini bawa olehmu ke penjara taman ini sembelih lehernya dan belah dadanya ; sudah itu ambil hatinya maka pajak. Setelah masuk, maka bawa kepadaku supaya kumakan. Maka hulubalang itupun membawa Khoja Bajar Jamar ke penjara taman itu. Adapun hulubalang habsyi itu malam siang segala berahi hatinya akan anak Alkosi Menteri yang perempuan itu. Hatinya hendak berdapat perempuan itu juga sebab dia telah maka ia pun khidmat kepada ’Alkosi Menteri’. Setelah sampai habsyi itu ke penjara taman itu, maka dihunusnya khanjarnya hendak membelah leher Khoja Bajar Jamar maka Khuja Bajar Jamar : “Hai Habsyi ! Jika aku kau bunuh, yang kau cinta itu tiadalah kau peroleh lagi dan maksudpun tiada sampai kepadamu”. Maka kata hulubalang itu : “Hai kanak-kanak ! apa yang kucinta itu ?” .Maka kata Khoja Bajar Jamar : “Adapun engkau anak raja Habsyi akan sekarang kujadikan dirimu hulubalang Alkosi Menteri dan kuperhambakan dirimu kepadanya. Maksudmu itu hendak akan anak Alkosi Menteri pada malam dan siang inilah citamu dan rasamu pun terlalu birahi kepada perempuan itu. Maka Habsyi itupun heranlah mendengar kata “Khoja Bajar Jamar” itu. Lalu didekapnya dan diciumnya. Maka kata habsyi : “Hari orang muda, bicaramu terlalu elok lagi budiman sekali engkau. Betapa periku akan sampai kehendakku itu ?” maka kata “Khuja Bajar Jamar” jika aku tiada kau bunuh, yang kuberikan itu anak “Alkosi Menteri” dalam empat puluh hari juga kuserahkan kepadamu. Maka kata hulubalang habsyi : “Hai kanak-kanak ! akan sekarang “Alkosi Menteri” hendak makan pucuk hatimu. Apa kelak katamu padanya? Maka kata “Khoja Bajar Jamar” : “Hai Hulubalang ! pergilah engkau kepekan ! ada seorang perempuan tua berjual kambing beli olehmu kambing itu. Maka sembelih olehmu. Ambil hatinya pajak sudah masih maka bahwa kepada Alkosi Menteri”. Maka kata habsyi itu ”Yang hati kambing dan hati manusia itu berlain-lainnan rasanya”. Maka kata “Khoja Bajar Jamar” : “Hai Hulubalang ! adapun hati kembing seekor itu sama rasanya dengan hati manusia”. Maka kata hulubalang itu : “Hai anak muda betapa perihnya maka hati kambing sama rasanya dengan hati manusia?” Maka kata Khuja Bajar Jamar ”Adapun pada suatu hari kambing itu beranak dan perempuan yang empunya kambing itupun beranak. Arkian ibu kambing itupun mati. Maka anak kambing itu disusukannya oleh yang empunya kambing itu. Dipeliharakan seperti anaknya. Akan sekarang ia pun gugur dengan bayinya. Sebab ia telah kambing itu hendak di jalanya. Hai Hulubalang ! Baiklah tuan hamba segera membeli kambing itu sembelih pajak hatinya bahwa kepada “Alkosi Menteri” adalah hanya rasa hati kambing itu seperti cita rasa hati manusia. Mendengar kata “Khuja Bajar Jamar”. Demikian itu maka Habsi itupun segeralah kekapkan, maka dibelinya kambing itu dibawanya ke rumahnya. Maka disembelihnya diambilnya hatinya dipajahnya dibawanya kepada “Alkosi Menteri”. Maka diambilnya pujah oleh “Alkosi Menteri”. Maka dari pada sangat lahapnya semuanya habis dimakannya. Maka dalam hati “Alkosi Menteri” baharulah sempurna pekerjaanku tiadalah ada perencanaanku lagi.
Arkian dengan “Allah Taallah” pada suatu malam maka raja Kibad Syahriyar pun bermimpi. Setelah sudah bermimpi, maha raja pun sadar dari pada tidurnya, maka rajapun lupa akan mimpinya itu. Setelah hari siang, pagi-pagi hari maharaja “Kibad Syahriyar” pun duduk semayam diatas singgasana yang bertahtakan ratna mutu manikam. Maka rajapun menitahkan memanggil segala menteri dan segala bantara dan segala hulubalang dengan seketika itu juga. Maka sekalian orang kaya-kaya menghadap raja “Kibad Syahriyar”. Maka raja pun bertitah : ”Hai segala kamu orang kaya, menteriku dan bantarku dan hulubalang! sekarang hendaklah kamu mengatakan apa yang kumimpi pada malam ini karena aku telah lupa akan mimpiku itu”. Maka sembah segala menteri dan bantar hulubalang sekalian : ”Ya tuanku sah alam jika yang dipertuan mengatakan mimpi itu kepada patiku sekalian niscaya dapat petaka mengadakan takaburnya akan sekarang yang dipertuan lupa akan yang dimimpi itu. Maka titah raja kepada “Alkosi Menteri” : ”Hai menteriku ! sekarang engkau kujadikan perdana menteri lebih besar dari pada sekalian orang dalam negeri Madina ini. Seorang pun tiada lagi sama dengan engkau. Adapun pada harinya hendaklah engkau mengatakan mimpiku ini. Jika tiada kau katakan mimpiku itu. Demi berhala besar demi berhala kecil bahwa engkau kusilahkan dengan hidupmu”. Apabila “Alkosi Menteri” mendengar titah raja yang demikian, maka hatinya ketakutan heran akan dirinya. Maka ia pun teringatnya akan “Khoja Bajar Jamar” dalam hatinya. Jika kanak-kanak itu hidup dapatlah ia mengatakan mimpi raja ini karena anak kumbang di dalam perut ibunya lagi diketahuinya. Baik aku kembali. Setelah sudah ia pikir demikian itu. ”Barang 3 hari lagi hambamu minta janji”, maka titah raja : ”Baiklah”. Maka “Alkosi Menteri” pun pulang ke rumahnya. Maka ia pun segera mencari memanggil habsi itu. Maka dengan seketika itu juga habsi itu pun datang. Maka kata “Alkosi Menteri”: ”Hai Hulubalang ! akan budak itu kan mengapa akan dia ?”. Maka kata habsi itu : ”Ya tuanku ! dengan jajah tuan hamba sudahlah hamba bunuh, hamba sembelih lehernya dan hamba belah dadanya dan hatinya itulah hamba bawa kepada Tuan hamba”.
Maka kata “Alkosi Menteri”: ”Dimana tempat kau bunuh itu ?” maka habsi itupun tiadalah menjawab lagi. Karena kehabisan jawabnya.
Maka kata Alkosi Menteri: “Hai Hulubalang ! jangan bercinta akan dirimu jika baik budak itu engkau segera pergi mengambil dia padaku”. Serta ia mendengar kata “Alkosi Menteri” demikian itu. Maka hulubalang habsi itu pun segera pulang ke rumahnya. Maka dibawanya budak itu kehadapan “Alkosi Menteri”.
Apabila “Alkosi Menteri” melihat muka “Khoja Bajar Jamar” itu, maka ia pun segera berangkat maka diberikan hormat akan “Khuja Bajar Jamar”, lalu dipegangnya tangan dipeluknya dan diciumnya akan “Khoja Bajar Jamar”. Maka kata “Alkosi Menteri” : “Hai anakku Khoja Bajar Jamar ! dari pada kau heran engkau kuambil akan anakku. Dan anakku perempuan itupun kuberikanlah padamu. Maka yang salah bab lalu janganlah kau taruh dalam hatimu, karena aku sahabat bapakmu. Adapun jika ada kasihmu kepadaku, katakanlah olehmu apa yang dimimpi raja pada malam tadi jika dapat kau katakan, terlalu berbahagia sekali engkau”. Maka kata “Khoja Bajar Jamar”: ”Hai Alkosi Menteri jika raja mengatakan mimpi kepada aku, maka dapat aku mengartikan dia”. Maka beberapa-beberapa kali dipintanya oleh “Alkosi Menteri” akan “Khoja Bajar Jamar” tiada juga ia mau mengadakan dia. Kemudian dari itu. Maka “Alkosi Menteri” pun pergi menghadap raja. Setelah dilihat raja, “Alkosi Menteri” datang, maka dari jauh pun bertanya : “Hai “Alkosi Menteri” dapatkah sekarang engkau mengatakan mimpiku, atau tiadakah?” Maka “Alkosi Menteri” pun sujud, kepalanya lalu ke tanah. Maka sembah “Alkosi Menteri” : “Ya tuanku Syah Alam, ada seorang kanak-kanak di rumah hambamu. Beberapa lamanya ia lari ; sekarang pada hari ini, ia ada duduk. Jika segera yang dipertuan menitahkan seorang memenggal dia, niscaya datanglah menghadap Syah Alam. Pada bicara padaku, ialah dapat mengatakan mimpi sah alam itu”.
Maka dengan seketika itu juga, rajapun menitahkan budawan memanggil “Khoja Bajar Jamar” : ”Hai budawan! pergi kamu, bawa seekor, kenakan pelananya dan gagangnya, panggil akan kanak-kanak yang dikata “Alkosi menteri” itu”. Maka biduan itu pun segera sembah lalu berlari-lari mengambil seekor kuda dengan kelengkapannya. Maka dibawanya pergi memanggil kanak-kanak itu. Apabila budawan itu datang kepada “Khoja Bajar Jamar”, maka dijunjungkannya titah raja itu kepada ia serta kuda itupun diberikannya akan kenaikannya. Maka kata “Khoja Bajar Jamar”, ”Hai budawan ! Katakan katakan sembah hamba manusia. Betapa peri hamba duduk di atas belakang jana itu”. Maka budawan itupun segera kembali bepersembahkan kepada raja segala kata “Khoja Bajar Jamar” itu.
Maka titah raja : ”Tanyakan olehmu apa kehendaknya akan kendaraannya”.
Maka budawan itu pun segera pergi kepada “Khoja Bajar Jamar”. Setelah budawan itu datang, maka katanya : ”Hai Khoja! Apa kehendak Khoja akan kendaraan ?” Maka kata “Khoja Bajar Jamar” : ”Persembahkan sembah hamba kebawah duli yang dipertuan, jikalau dapat “Alkosi Menteri” itu dibawa kekang pada mulutnya dan pelana pada belakangnya, maka ia-lah kendaraan hamba. maka hamba mau mengadap raja”. Maka budawan itu pun segera kembali mengadap raja lalu datang sembah ke bawah raja, seperti kata “Khoja Bajar Jamar” itu. Setelah raja menengar kehendak “Khoja Bajar Jamar” itu. Maka bagindapun amat heranlah. Kemudian dari itu, maka raja pun bersebut kepada budawan itu : ”Bawalah olehmu “Alkosi Menteri” bawa bah kekang pada mulutnya dan kenakan pelana kebelakangan. Maka segera bawa kepada kanak-kanak itu pada bicaraku ada juga “Alkosi Menteri” berbuat aniaya kepadanya. Maka dipintanya akan kendarannya”.
Setelah budawan menengar kata raja demikian, maka “Alkosi Menteri” itu pun dibawa bahu oranglah kekang pada mulutnya dan dikenakan pelana diatas belakangnya. Maka “Alkosi Menteri” dibawa oleh budawan itu kepada “Khoja Bajar Jamar”. Setelah dilihatkan “Khoja Bajar Jamar” akan “Alkosi Menteri” dibawa orang kepadanya dengan kekangnya dan pelanya, maka “Khoja Bajar Jamar” pun segera berlari-lari melompat kebelakang “Alkosi Menteri” maka duduklah diatas pelana yang dibelakang “Alkosi Menteri” Maka diburunya oleh “Khoja Bajar Jamar” akan “Alkosi Menteri” itu seperti orang memburu kuda lakunya.
Tatkala itu, “Alkosi Menteri” berjalan dengan empat kahi seperti kuda. Maka dicemetinya oleh “Khoja Bajar Jamar”. Maka dengan seketika datanglah kehadapan raja “Kibad Syahriyar”. Setelah dilihat raja akan Khoja itu datang, maka raja pun berbangkit memberi hormat. Akan Khoja itu dirusuh raja naik ke istana lagi dipegang raja tangan “Khoja Bajar Jamar” maka didudukkannya di sisi raja, pada suatu kursi yang keemasan bertatahkan ratna manikam. Maka raja pun duduklah. Maka titah raja : ”Hai orang muda yang terlalu budiman ! Apa yang kumimpi pada malam tadi ? Baik segera kau katakan kepadaku”. Maka sembah “Khoja Bajar Jamar”: ”Ya Syah Alam ! Ada pun yang dimimpi raja pada malam tadi, ada sebuah talbak dalam thalbak itu sebuah pinggan, dalam pinggan itu suatu makanan. Baharu raja hendak santap, maka datang seekor anjing hitam, maka makanan itu direbutnya, lalu dimakannya. Maka dari pada benci raja akan anjing itu. Maka yang pertuan pun terkejut lalu bangun. Maka daripada sangat murka pertuan lupalah akan mimpi itu”.
Maka titah raja : ”Sungguhlah demikian mimpiku. Seperti kata “Khoja Bajar Jamar” itu tiadalah bersalahan lagi”. Maka rajapun baharulah ingat akan mimpi itu. Maka raja pun bersabda : ”Sekarang apa takaburnya mimpiku itu ?”. Maka kata “Khoja Bajar Jamar” : ”Adapun Sah Alam hendak akan arti mimpi Sah Alam itu, InsyaAllah Taallah dapat petaka, persembahkan dia tetapi kemudianlah petaka persembahkan arti mimpi yang dipertuan itu. Akan sekarang petaka pohonkan darimu karna perkas duli yang dipertuan akan hal petaka”. Maka titah raja: ”Siapa yang berbuat aniaya akan Khoja itu ?”.
Maka sembah “Khoja Bajar Jamar” : Ya Tuanku Sah Alam “Alkosi Menteri” membunuh bapa hambamu tiada dengan dewasanya”. Maka segala hal ikhwalnya semuanya dipersembahkannya kepada raja. Peri “Khoja Bajar Jamar” diserahkan oleh “Alkosi Menteri” kepada Habsyi disuruhnya membunuh, dan peri bapanya diatas perbendaharaan karun dan “Alkosi Menteri” menanamkan mayat bapanya di atas perbendaharaan itu semuanya dipersembahkannya kebawah duli raja “Kibad Syariyar”. Maka tatkala itu juga disuruh raja periksanya seperti sembah “Khoja Bajar Jamar”, dan suruh raja lihat mayat bapanya Khoja itu; Sungguhlah pada tempat itu. Maka dilihat oleh Hamba raja. Sungguhlah perbendaharaan Karun itu dan bapa Khoja Bajar Jamar itu, sungguh ditanamkan diatas perbendaharaan itu. Tetapi hati tolong “Khoja bakhti Jamal” juga lagi takkal. Maka sekalian hal itu dipersembahkan kepada raja. Maka titah raja : ”Jikalau demikian ia telah “Alkosi Menteri” membuat aniaya kepada bapa Khoja”.
Maka dengan seketika itu juga “Alkosi Menteri” disuruh raja soalkan dan rumah tinggalnya “Alkosi Menteri” dan anak istrinya dianugerahkan raja kepada “Khoja Bajar Jamar”. Setelah sudah tersuruh anak istrinya “Alkosi Menteri” dan segala hamba sahayanya kepada “Khoja Bajar Jamar” hakim. Maka anak “Alkosi Menteri” seorang perempuan diberikannya kepada hulubalang Habsi itu. Dan seorang lagi disambilnya oleh “Khoja Bajar Jamar” akan istrinya. Hatta maka raja pun bertanyakan arti mimpinya itu kepada “Khoja Bajar Jamar”. Maka Khoja itupun hampir ke sisi raja, maka dibisikkannya kepada telinga raja itu. Demikian sembahnya : ”Adapun yang dipertuan baharulah istri. Maka hati raja tiada kasih akan dia maka perempuan itupun sekarang ada menaruh seorang habsi dalam sebuah peti, apabila malam maka dikeluarkannya, karna perempuan itu sangat birahi akan habsi itu. Pada tiap-tiap hari pekerjaan perempuan itu. Setelah didengar raja kata “Khoja Bajar Jamar” demikian, maka dalam seketika itu juga suruh raja periksa dalam istana raja itu. Maka dengan seketika itu juga, kedapatanlah seorang habsi dalam sebuah peti. Sungguh seperti kata Khoja itu tiada bersalahan lagi. Lalu pada waktu itu juga perempuan dan habsi itu disuruh raja tanamkan di dalam bumi hingga punggung. Maka sekalian orang hina ini disuruh raja melontari dengan batu akan habsi dan perempuan itu. Maka semuanya orang dalam negeri Madina itulah melontari dia sehingga mati. Maka raja pun menganugerahi “Khoja Bajar Jamar” dengan sepertinya selengkapnya pakaian raja-raja bertahtahkan ratna manikam. Maka tatkala itu “Khoja Bajar Jamar” didudukkan diatas segala menteri. Adapun raja “Kibad Sahriyar” tiadalah berhari dengan “Khoja Bajar Jamar” nanti segala melainkan pada malam juga berahirnya. Adapun raja dan khoja itu suda kala bersua kesukaan juga dalam negeri madina dan memeriksa segala menteri dan hulubalang dan segala rakyatnya. Siapa yang teraniaya dan siapa menganiaya. Karena negeri itu dipegang raja “Kibat Sahriyar” dan “Khoja Bajar Jamar” hakim sekalian dalam hukumnya. Wallahu Alam Bisawab.

cerpen jurnalis

NITIP SEBENTAR



“Ni, aku harus berangkat ke Tulungagung, posisi pemred di sana kosong”
“Jadi bagaimana dengan kami? Rumah ini akan segera diambil pemiliknya, untuk Ndari sih nggak ada masalah, dia kini mandiri dengan kecukupan layak taraf umum. Tapi Narno dan Nun yang masih kecilitu??! Lalu sampean pergi. Apa masih seperti hari-hari lalu? Jangankan uang dikirim, kabar ada atau dimana sampean, kami ndak tahu!”
Ni meninggalkan suaminya tertegun sendiri ditemani cigaret mengepul hampir memenuhi ruang tamu yang tidak luas itu. Ingatannya pada rumah orang tuanya, almarhum Tinah dan Warmin yang kini sunyi tanpa penghuni. Ia membayangkan suasana malam di sana pasti wingit. Sumur di belakang rumah yang tanpa atap. Tempat jemuran yang terletak di tengah rumah semi permanen juga tanpa atap. Jadi kalau malam, jika ingin makan atau sekedar bikin kopi harus lewat lorong rumah yang berdinding tapi tak beratap penghubung antara rumah induk dan dapur. Rumah yang dulunya rame dengan banyak penghuni sekarang jadi angker karena tanpa penghuni. Ia Mengingat rumah kuno yang luas, beserta halaman yang kurang lebihnya seperempat hektar berisi tanaman yang berguna untuk menopang hidup. Rambutan,nangka, sawo, mangga gadung, kopi, pisang, jeruk bisa untuk menutupi sebagian kebutuhan hidup. Tapi, Marni, maukah ia?Lantas sekolah anak-anak? Pasti mereka protes karena harus mengayuh sepeda sejauh dua belas kilo. Jarak tempuh yang jauh untuk anak kelas dua dan empat SD.
”Gimana Kang?Apa gak lebih baik sampean kembali mbuka jahitan aja, seperti dulu?Sampean sih kurang sabar! Mestinya kerja harus jujur, jadi orang tidak kapok! Tapi semua kan belum terlambat, semua bisa dimulai lagi dari awal. Anak sudah banyak. Usia kita pun merangkak tua. Rasanya kesempatan dan sisa hidup kita harus kita pakai untuk berbenah diri, bertobat, bertenang-tenang, berdzikir, berkumpul, dan berbaik-baiklah pada sesama.........
Marni berjalan ke halaman depan rumah, membolak-balik jemuran di pagar bambu yang sedikit miring menjorok ke selatan. Maklum musim hujan telah tiba, jadi jemuran bisa kering setelah dua atau tiga hari. Ia sambil sesekali melirik suaminya yang masih sibuk mengepulkan cigaretnya dan sesekali menyeruput kopi pahit di teko putih usang kekuning-kuningan.
Jam 05.00 usai subuhan Sumo meninggalkan rumah tanpa seorang keluarganya yang tahu. Jam segitu istrinya sudah dipasar berdagang pindang, sementara anak-anaknya belum bangun. Mertuanya yang mulai renta belum tampak mungkin di dapur belakang, di sumur atau ke kanal mencuci pakaiannya sendiri. Hanya beberapa baju dan berkas-berkas yang dianggap penting ia bawa serta dalam tas cangklongnya. Ia tapaki ruas jalan sempit diantara kanal dan pematang sawah sampailah ia di perlintasan bus-bus antarkecamatan.
Bus Minto berjalan landai sedikit menenangkanotaknya, membebaskan pikirannya, melonggarkan tubuhnya dari kepenatan rumah selama ini. Sumo menghirup kebebasan dari rutinitas membantu istrinya mencuci ikan sortiran atau orang pasar menyebutnya ikan bs untuk dipindang, paginya mengantar Marni, istrinya ke pasar. Kembali dari pasar ia menghangatkan sayur dan lauk sisa makan malam untuk sarapan. Kadang makan belum selesai, anak bungsunya minya diantar sekolah. Anak kecil itu sering mengeluhkan bokongnya yang njarem kena hentakan boncengan sepeda beradu dengan bebatuan jalan. Tapi besoknya pasti minta antar lagi, daripada harus jalan kaki melewati jembatan sepi yang berjarak lima kilometer.
Baginya rumah menyisakan kenangan yang tak banyak. Yang sedikit membahagiakan hanyalah anak-anak yang penurut tak banyak usul atau protes, tak banyak permintaan, dan istri yang nrimo dan sabar saja. Justru itulah membuat hidup kurang menggairahkan, taraf hidup mesti ditingkatkan, kelayakan mesti dipertanyakan lalu dijawab dan diwujudkan. Sebagai suami dan ayah perlu menciptakan situasi yang makmur. Ada tujuan besar yang hendak dicapainya. Beberapa puluh rupiah untuk menyenangkan hidupnya, sedikit jabatan untuk menaikkan derajatnya.
Sumo merasa kurang cocok dengan situasi budaya dan geografis daerahnya. Menjala bukan kegemarannya, mencangkul, mutas, berkebun, pun bukan keahliannya.
Dulu ia pernah mengabdi di Samsat kota. Meski hanya sebagai tukang gesek mesin kalau ada orang yang mau memperpanjang STNK. Itu bukanlah pengalaman yang teremehkan. Dia banyak belajar mengenai pelik-pelik kasus orang yang mondar-mandir ke Samsat mengurusi permasalahannya. Beberapa rekan plisi pun jadi karibnya. Terlebih saat itu ia sering dimintai tolong menunjukkan orang-orang desa yang punya simpanan kayu kelas A, B,C. Kayu mana yang boleh dimiliki dan mana yang tidak boleh dimiliki, alias milik negara. Meski hidup sudah layak tapi kemudian ia bosan juga karena tidak juga diangkat jadi sipil polisi. Akhirnya ia keluar, dengan kesadarannya yang hanya lulusan SMP.
Keluar dari Samsat ia ikut kenalan ke Tulungagung. Di sana ia belajar banyak mengenai filosofi hidup. Bahwa kejayaan hidup itu banyak dipengaruhi oleh ijazah yang dimiliki. Itu juga yang membuat kita terpandang, atau terperhitungkan oleh orang. Itu juga yang membuat orang lain memikirkan keberadaan dan kerja kita. Teman itu mengusahakan Sumo mendapat ijazah SMA lewat kejar paket C, tidak makan waktu, tidak bertele-tele. Entah bagaimana ceritanya, setelah sekian tahun aku tidak bertemu tiba-tiba ia ke rumahku sambil membawa setumpuk koran kriminal bertitel ”Detektif”. Di situ tercantum pengurus majalah. Pemred: Sumodijoyo,S.H.
Aku tertegun, kecut, takjub, kemudian bringsut hatiku. Teman kecilku yang sudah kuanggap saudara ini berubah 180 derajat. Mudahnya mendapat titel di belakang nama. Sungguhan atau hanya akal-akalan, demikian pikiran picikku melintas begitu saja. Tak banyak aku pertanyakan. Kini bicaranya sudah lain. Ia tampak berwibawa, diplomatik, karismatik, aksen bicara teratur, terdidik, tidak kampungan. Yang menggelitik, bajunya wartawan kental, celana jeans, hem dengan lengan dilinting, rompi penuh saku, berkalung telepon genggam diselipkan ke dalam saku rompinya, ada bros berlogo nama koran terpasang di kerah bajunya.
Pertemuan ini semacam sambung silaturahmi. Kami membicarakan kabar teman-teman kecil dulu.Kuceritakan siapa-siapa yang sudah jadi kaya, tetap jadi buruh, jadi alim-ulama, jadi kepala desa, jadi carik. Tak lupa kita bahas aksi mencari jamur merang yang kemudian dikejar si pemilik sawah dikira akan mutas ikan yang ada di empangnya. Ditengah obrolan kami, sesekali hapenya berbunyi. Ia jawab dengan penjelasan serius, terperinci tapi susah untuk kumengerti.
”Ya, sudah entry naskah, layouter sudah siap, kirim aja lewat fax atau email. Pastikan editor hadir dalam meeting.... Saya harap besok pagi bisa terbit dan terbaca tanpa kesalahan” begitu bicaranya. Yang kutahu tiap pagi matahari terbit dan menghangatkan punggungku yang lagi mencangkul. Andaikan sampai jam 9 masih gelap itu pertanda musim hujan telah tiba. Orang-orang libur bikin gaplek, mereka memilih bikin gathot. Makanan yang kata penyuluh tidak bergizi tapi cukup menenangkan perut. Peduli amat sama gizi. Mbah Markun saja yang kerjanya sebagai pengambil aren, tidak suka daging, tiap hari makan sama thiwul, sego ampog, sayur lompong, ikan asin, sambal, toh masih sehat hingga kini usianya 85 tahun. Tidak habis pikir aku dengan anjuran makanan sehat lima sempurna itu, sangat mengekang hidup. Makan saja kok dijadwal bisa-bisa tidak sempat menjala ikan aku.
”Mas, aku ingin sampean jadi mitra kerjaku. Aku berencana buka kantor cabang di sini. Tampaknya prospeknya lumayan. Bisa menghidupkan desa ini. Sebagai generasi penerus sudah sepantasnya kita ini memajukan,memakmurkan, dan memberdayakan SDM desa ini. Sampean setuju bukan jika lapangan kerja baru menggeliat dapat menjadi alternatif mereka untuk menyalurkan bakat dan kreatifitasnya. Generasi tidak lagi gaptek, mereka berwawasan.” Begitu paparnya yang bikin pikiranku ruwet. Ruwet harus segera ke sawah karena janjian sama kang idris yang mau membajak. Ruwet dengan bahasa aneh berbelit, atau apa ya dia baru saja berstuditur di planet lain....?Kini bukan lagi ”kang” yang dipakainya, tapi ”mas....”. Mungkin mas itu lebih bermartabat karena tidak mudah luntur meski digosok sama abu dapur.
Kabarnya sedulurnya, satu kakak laki-laki dan delapan adiknya sudah tidak memperdulikannya lagi. Adik perempuan ketujuhnya sudah tidak mau berurusan lagi. Gara-garanya, suatu ketika Sumo datang ke rumah adiknya bersama dua polisi. Polisi itu menanyai macam-macam seputar pemerolehan kayu, lantas mencatat, dan menandai kayu-kayu itu. Adiknya menangis, takut dipenjara. Sumo menyarankan untuk memberi amplop damai saja supaya aman. Adik perempuan itu pun tidak lagi mengungkit masalah dua ekor kerbau yang katanya dipiara, tapi tidak ada kabar untung atau masih hidupnya. Ia pun tidak lagi menanyakan serkel, pemotong kayu yang dipinjamkannya. Memang perjanjian awal akan ada bagi hasil, lama-kelamaan raib tanpa jejak barang itu.
”Mas, piye tawaranku? Setuju tidak! Usaha ini sebagai parameter rasa nasionalis kita lho...... Sampean tidak perlu lagi susah-susah turun ke sawah, ngumpulin bekicot, nanam besaran. Menurut hemat saya, PKBM yang datang bak payung pelindung heroik itu kok tidak banyak membawa perubahan. Kita ini perlu melakukan hal yang revolusionergitu...... “ Sumo membuyarkan lamunanku. Berapi-api ia bicara. Itu mengingatkanku pada jurkam partai pohon yang mengumbar kata-kata agung tiap mau pemilu. Aku pun sukar menolak tawarannya.
“Ya, aku setuju tapi ijinkan aku tetap ke sawah, angon bebek, cari belut, cari bekicot, mutas. O, ya kalau sore aku mau tetap ikut sekolah gratis, biar seperti Kang Parmin yang katanya sudah dapat ijazah paket A” Demikisn syarat ringan yang kuajukan untuk teman ngajiku di masa kecil dulu. Menyungging kecil ia, tanda puas dan senang dengan keputusanku. Pantas saja kalau dulu banyak yang naksir. Sekarang saja, meski sudah beranak tiga wajahnya masih tampan, setampan Rano Karno di era 80-an. Apalagi dengan dandanan necisnya, tampak berkelas.
“Sekolah memang penting Kang. Kalau sampean pinter, bisa aktif terlibat dalam organisasi inti kita. Sampean bisa meeting, ikut konferensi, sarasehan, jadi narasumber di pelatihan-pelatihan, lalu sampean naik pangkat. Paling tidak nantinya bisa jadi reporter, tukang meliput berita atau lebih tinggi lagi, jadi korlap” Sumo membuat anganku melayang. Kulayangkan untuk kata-kata yang tak mudah kupahami, sambil mengangguk-angguk kupikir , aku sudah cukup insaf dengan keberadaan ndesoku ini. Yang penting anak-anakku tidak keleleran, istriku tetap menaruh senang padaku cukup.
Dua hari kemudian, rumahku yang paling lumayan bagus bagus di dusunku dirombak oleh orang-orang suruhan Sumo. Ruang paling depan yang biasa kujadikan ruang menerima tamu diubah menjadi kantor, pintu ditempatkan di depan. Antara kantor dan rumah indukku ada pintu tengah. Rumah indukku sendiri punya ruang tamu dan pintu samping. Jadi jika keluargaku menerima tamu, kami tidak mengganggu dan tidak terganggu oleh kebrisikan urusan kantor. Di dalam kantor ada satu kamar tidur. Sementara sumur (kamar mandi-red) hanya satu di belakang untuk dua rumah, rumahku dan mertuaku. Rumah depanku disulap sedemikian rupa, menawan. Ada kelambu warna biru bergaris kuning, sofa, meja dan kursi putar tempat dik Sumo, ada lemari es, lemari buku, rak koran, bebrapa vas bunga dan pernik-pernik kantor lainnya. Di depan halaman, pinggir jalan terpasang plakat bertulis ”DETEKTI NEWS”.
Tiap harinya ada saja orang yang berdatangan ke kantor. Ada yang memaparkan perkaranya, musibah yang sedang melandanya. Suatu ketika ada seorang guru datang, ia memohon untuk tidak diorankan (tidak dimuat dalam koran-red), dan tidak diadili di kepolisian, juga tidak dimeja hijaukan. Ia sudah mengakui semua kesalahannya, sudah menodai muridnya yang kelas enam. Tapi saat ini ia sudah mengusahakan menggugurkannya, keluarganya diberi uang imbalan, jadi sudah tidak ada masalah lagi. Yang jadi masalah kalau publik tahu hingga terendus pihak Diknas, bisa jadi bom baginya juga keluarganya.
”Pak, orang yang menanam jagung tidak mungkin tumbuh padi. Orang yang membakar sampah tidak mungkin lepas dari asap. Begitu pun orang yang mengubur bangkai tidak mungki berbau pandan. Kalau Tuhan menciptakan bumi, pasti langit kan mengiringi. Kalau ada keburukan kebaikan harus menutupinya, begitu kan Pak? Jadi semua harus berjalan pada relnya, berjalan sesuai garisnya.” Begitu kata-kata bijak Dik Sumo. Waktu kita sama-sama mengaji dulu, pak ustadku tidak serumit itu menjelaskan mengenai orang-orang yang pantas masuk surga atau neraka. Akh... lebih baik kutinggal ke sawah saja, menunggui orang matun sawah, sambil ndangir kacang mumpung belum turun hujan.
Esoknya, pak guru SD Sumberberas itu datang lagi. Setelah bercakap-cakap cukup lama, dan menandatangani beberapa kertas, ia pulang. Sebelumnya ia serahkan kunci mobil beserta surat-surat yang aku tidak tahu. Ia pulang diantar salah satu karyawan naik motor kantor.
Dalam waktu tiga bulan kantor cabang semakin meriah. Cat tembok dan kusen yang kusam diubah menjadi lebih terang. Kini mobil merah Katana semakin melancarkan kerja harian kantor. Kalau hari libur, aku diajak serta jalan-jalan naik mobil. Meski sekedar berkeliling desa, atau kadang ke Alun-alun kota adalah hal menyenangkan bagi aku dan anak-anakku.
Sekarang, orang-orang sekitar dan anak-anak tidak perlu membeli bukubacaan. Mereka cukup datang ke kantor, langsung dapat membawa pulang koran Detektif. Orang-dusun banyak yang menyukainya. Di dalamnya ada TTS, cerita jenaka, cerita horor, iklan pengobatan alternatif, iklan dukun santet, berita kriminal, reportase tempat-tempat keramat yang cocok untuk bersemedi, atau mendapatkan wangsit, kekuatan, kesaktian. Tak luput terselipi juga gambar-gambar wanita cantik agak seronok. Makin hari kelompok belajarpun semakin ramai karena semakin banyak orang yang ingin bisa baca-tulis, lalu ikut jadi konsumennya Detektif.
Koran Detektif mengalahkan rating koran nasional. Dik Sumo semakin terkenal. Ia pun menerima beberapa orang sekitar bekerja di kantor. Dik Jum, yang dulunya juga penjahit, lulusan SMP jadi mendadak pegang tape recorder, kerjanya menanyai orang-orang yang layak diberitakan.
Para karyawan terbiasa kerja profesional dan mandiri, meski Pemrednya, dik Sumo keluar kota. Semua bekerja sesuai bagiannya, termasuk aku. Aku pun mulai belajar tentang cara orang kota berbicara. Kubaca juga beberapa buku. Kata dik Sumo itu penting biar gak kuper alias kurang pergaulan. Bagianku cukup meringankanku, tiap pagi aku membersihkan kantor, membereskan kertas yang bercecer, menyediakan teh atau kopi sesuai pesanan karyawan. Tiap bulan aku mendapat bayaran, gaji kerja dan uang sewa tempat untuk kantor. Agak siang aku bisa melanjutkan kerjaku di sawah, ke kebun, kadang mencari belut, mencari bekicot, atau apa saja sesuai giliran keadaan. Hanya saat tertentu saja aku diikutkan bertugas ke daerah lain. Kalau ada urusan mendadak dan butuh bantuan tenaga aku turut serta. Suatu ketika dik Sumo terima telepon, ia mengadakan kesepakatan. Aku beserta dua karyawnnya, Anton dan Jum berangkat ke Ambulu, desa tetangga. Kami menuju rumah kepala desa. Di sana mereka telah menyiapkan beberapa kubik kayu. Aku beserta beberapa orang suruhan Pak Kades mengangkutnya. Tanpa banyak pertanyaan yang sebetulnya ingin kutanyakan, kami pun membawa kayu itu ke perbatasan desa, antara desa Ambulu dan Tamansari. Di situ kami turun. Anton mendekati dua orang bertubuh tegap, berbicara sangat serius dan tak terdengar, kemudian menerima uang sebendel uang ratusan ribu. Kami turun dari truk. Dua orang tegap dan sopir membawa kayu itu. Sementara kami naik dokar menuju rumah Kades Ambulu untuk mengambil motor kami tadi.
Bulan ketiga, dik Sumo datang bersama perempuan muda, kira-kira berumur 25-an, seusia dengan anak pertamanya. Kali ini takjub aku, beberapa perempuan yang pernah didekatinya baru kali ini yang paling cantik, kulitnya kuning, wajahnya bersih, potongan rambut pendek. Kata anak-anak muda seperti potongan rambut Demi moor. Tubuhnya langsing semampai. Dia cukup ramah, sopan, baik. Tapi tidak banyak cerita mengenai kehidupannya, keluarganya atau pekerjaan sebelumnya. Anak perempuan pertama dik Sumo itu sudah menikah, suaminya jadi TKI, kerja jadi sopir di Arab. Hidupnya lumayan, bisa hidup layak tanpa merepotkan orang tuanya. Malah, kabarnya ibu dan dua adiknya yang juga perempuan menjadi tanggungannya. Anis berubah dulunya dia anak manja dengan kecukupan materi dan kasih sayang sang ayah. Kini menjadi ibu dari dua anak balita, mandiri, pekerja keras, pendiam, mungkin karena menyimpan dendam untuk bapaknya yang tidak tahu adab pada keluarga.
Sebetulnya jarak 50 km antara desa Ambulu ke Sumberberas bukanlah jarak yang jauh bagi seorang ayah yang berkehendak mengunjungi anak dan istrinya sambil memberi sebagian jerih payah usahanya yang menanjak. Ia menutup hati untuk jatuh bangun ekonomi istri dan anaknya. Pastinya tahu, hanya saja sengaja ia tidak membicarakannya denganku. Mungkin juga dia sedang memikirkan strategi agar diterima kembali oleh keluarganya.
Dik Sumo datang dengan wajah sumringah menggendong balita perempuan, kira-kira umur delapan bulan. Ia lantas memulai dengan menceritakan perjalanan hidupnya selepas dari istrinya. Di Malang, dia bertemu Asnia. Pertemuan yang tidak sengaja di sebuah rumah makan. Beberapa kali dia bertemu, tiap kali kantornya memesan makanan untuk rapat di rumah makan itu. Dari situ Asnia menceritakan kelu kesah hidupnya, yanng bersuami kejam. Secara agama ia telah di talak. Ia sudah beranak satu dengan suami pertamanya itu. Kini anaknya yang juga perempuan sudah TK kelas A tinggal bersama orang tuanya di Malang. Dik Sumo ingin menolongnya, dengan menikahinya. Agama mengesahkan pernikahannya satu tahun lalu, dan dikaruniai seorang anak yang kini dipangkunya. Ia menceritakan rencananya akan membeli rumah di kota. Saat ini masih proses pengajuan, sudah membayar uang muka. Pembangunannya belum rampung, sehingga ia butuh tempat tinggal sementara. Rencananya, tahun depan kantor ”Detektif” juga akan jadi satu gedung dengan rumah dik Sumo.
Awalnya tidak ada masalah yang berarti. Bagi keluargaku, Tamu adalah raja yang patut dihormati. Hari berganti pekan. Seminggu berganti bulan. Masalah-masalah kecil bermunculan, bertubi-tubi, jadi bisul, kalau dibiarkan bisa meradang, kalau tidak segera diatasi bisa infeksi. Lama-lama aku menanggung beban juga, yang sulit kubicarakan dengan dik Sumo. Orang berpendidikan yang diplomatis ternyata lebih sulit diajak bicara dan tidak sensitif. Mending Kang Parijan, tukang bajak sawah yang tak banyak teori tapi mengerti bahasa mimik. Istriku sering mengeluh kecapekan. Hampir tiap malam menjelang tidur minta dipijiti. Kalau tahu aku juga capek dia tidak minta dipijiti, tapi menggerutu. Keharmonisanku jadi terganggu. Suatu malam ia bercerita tentang kejadian-kejadian di rumah. Makanan di rumaha habis padahal jadwal makan siang telah tiba. Anak-anak juga mau pulang dari sekolah. Terpaksa ia harus masak lagi, meski badan capek pulang dari sawah mengirim orang matun. Belanja kebutuhan dapur jadi dua kali lipat, ada kebutuhan tak terduga, ia sendiri yang harus menutupinya. Ia keluhkan kamar mandi yang sering ada kresek berisi kotoran manusia, tissue, atau popok sekali pakai. Popok dan pakaian kecil yang tertumpuk hingga berhari-hari, ujungnya istriku lagi yang membersihkan atau mencucinya. Anak pertamaku sering dimintai tolong menjagakan anak dik Sumo. Awalnya senang, lama-lama jam belajarnya jadi terganggu. Cemilannya cepat habis. Dengan tanpa canggung ia nimbrung. Padahal diam-diam Asnia suka sekali belanja jajanan pasar, kemudian menyimpan dan makan sendiri di kamarnya sambil bermain hape. Kalau uangnya lagi banyak, ia makan di warung, berbelanja makanan, pakaian, perhiasan, bertamasya. Biasanya bulan depannya perhiasan itu raib, mungkin ia jual untuk menutupi kebutuhannya.
Tampaknya timbul perasaan jenuh juga berlama-lama tinggal di rumahku. Sekarang mereka mengaturnya dengan bermalam di rumah adik perempuan ketujuhnya, atau adik perempuan keenamnya. Kudengar dari teman, keluhan adik-adiknya yang disinggahi serupa dengan keluhan istriku.
”Mbak Yu..... maaf kalau sampean jadi repot karena istri masku. Aku sendiri juga tidak habis pikir, dapat dari mana dia istri begitu. Wonge ayu, tapi ngalah-ngalahi anak kecil. Jadi ibu kok ya begitu. Gak ada tanggung jawabnya. Orangnya cantik tapi jorok. Masku jadi tak berdaya dibuatnya. Jadi bertekuk dihadapannya. Sudah malas, tidak mau tahu urusan dapur lagi.... Saya sangat malu sama keluarga sampean” begitu kata Sum, adik keenamnya dik Sumo. Istriku enggan untuk memaparkan permasalahannya, karena semua sudah terwakili oleh ucapan wanita separo baya itu.
Beberapa hari pergi kembali lagi ke rumahku. Malamnya mereka ribut hebat. Dua anakku mengungsi ke rumah mertuaku yang berselang dua rumah. Istriku menyumpal telinganya dengan kapas, tetap belum bisa tidur. Karena memang tembok kamarnya berbatas dengan tembok kamarku. Aku merasa kecewa dan menyesal telah menerimanya di rumahku. Aku semakin bingung ingat sertifikat rumahku dipinjamnya. Bilangnya hanya beberapa hari, hanya untuk formalitas persyaratan inden rumah. Hal itu tidak diketahui istriku. Jelas kudengar isakan tangis dik Sumo, umpatan kotor istrinya, tuntutan istrinya. Sesekali dik Sumo juga mencerca istrinya. Lain sekali dengan penilaian awalku pada kata bijak dik Sumo.
”Mana rumah yang kau janjikan itu? Apa rumah rongsokan, tua, dan angker itu yang mau kau peruntukkan padaku? Kukira kamu laki-laki yang dapat diandalkan, tak tahunya kamu hanya laki-laki parasit, yang menumpang kesana-kemari tak ada kepastian sebelum masuk bui! Aku sudah mengantongi semua rahasia tipu-tipumu. Semua bukan soal bagiku. Masalahnya, aku mau ada kepastian statusku!” Asnia berteriak sambil terdengar beberapa barang berjatuhan.
”Tenang, semua butuh waktu” Dik Sumo bicara melemah.
“ Kalau aku mau, dulu-dulu sudah kutinggal kau. Tapi sudah ada anak... “
“ Kamu perempuan sundal, aku pun tahu siapa kamu. Jangan mentang-mentang. Aku laki-laki bisa lebih menang dari padamu.”
”Aku tidak tahan hidup begini. Lihat saja kalau suatu hari kamu menuai akibatnya, dan hidupmu jadi terlunta-lunta. Aku masih muda, masih banyak yang mau padaku. Sampean, laki-laki tua yang tidak jelas. Ditolak keluarga. Dikucilkan keluarga”
”Sudah! Jangan bicara saja. Kalau nanti aku kaya kupastikan kamu bersipu di lututku! Aku mau tidur!”
”Boleh kamu tidur, tapi harus kamu ingat PR dari pak Kasun tadi. Keberadaanmu dicurigai. KTP-mu sudah dua tahun mati. Gugatan ceraimu pada istri tuamu itu dihiraukan. Pengadilan juga tidak bisa memutuskan karena ucapanmu dianggap tidak berdasar. Istrimu itu ternyata lebih pintar dari sarjana hukum sepertimu. Sengaja ia membuatku tidak berstatus. Kamu pun menggantung. Dan orang-orang di luar sana..... yang mulai melek, pintar, tahu hukum. Ada berapa yang ingin menuntut balik dirimu. Pokoknya besok aku mau pergi”
”Dasar Sundal! Pergi dengan laki-lakimu ya?! Awas kamu, jangan harap bisa lepas dariku.”
”Laki-laki tua sepertimu, jangan terlalu banyak berharap apalagi denganku, yang masih punya kesempatan lebih banyak. Sepertimu hanya nunggu giliran aja!”
”Sudah cukup! Aku sumpek capek, mau istirahat”
Kutunggu, tidak ada suara apa-apa hingga seperempat jam. Sengaja aku tidak tidur. Kubiarkan istriku istirahat. Timbul suara tangis anaknya, lalu diam.
”Mas! Kalau begitu jadikan uang saja rumah itu, beres kan!” Suaranya lebih pelan, sedikit merajuk.
”Belum bisa, sulit As. Masih berupa pethok, atas nama Almarhum bapakku lagi” Suaranya landai. Tampaknya berusaha sabar.
”Dengan SH-mu kan bisa, kamu pegang kerawangannya, sebelumnya kamu bisa melakukan lebih dari ini.... Aku capek begini Maas” Nadanya tidak lagi marah.
”Harus ada tanda tangan ahli waris, kakakku dan adik-adikku”
Mata dan tubuhku lemas tidak bisa toleransi lagi. Tidak ada lagi yang bisa kudengar.
Kepalaku pening, nyut-nyut rasanya. Istriku membangunkanku.
”Bangun Kang! Anak dik Sumo menangis. Tengok, ada apa...”
Aku langsung menuju kamarnya. Sepertinya ada yang menyiram mukaku dengan air dingin. Tidak lagi ada rasa ngantuk, meski kepala masih terasa sakit dan pusing. Rasanya barang-barang yang ada mengelilingiku. Anak perempuan kecil yang tidak gemuk itu menangis, merangkak di lantai, sendirian. Kugendong dia. Spontanitas kami membuat kami tidak berkata-kata. Aku menenangkan anak itu, sementara istriku memeriksa barang-barang yang ditinggalkannya. Baju-baju yang kurang bagus, baju anaknya, dan susu bayi di kaleng. Di meja kecil sebelah tempat tidur ada kertas bertuliskan, ”Nitip Sebentar ya Mas – Sumodijoyo, S.H”